Mugiyanto dan Kisah Penculikan Aktivis 20 Tahun Lalu
Meski penculikan para aktivis pada tahun 1997-1998 itu fakta, namun kasus hukum kepada para penculik dan dalangnya hanyalah formalitas belaka. Mereka tak pernah dihukum dengan benar-benar atas kesalahannya.
Hal itu pula yang dirasakan oleh Mugiyanto, salah satu korban penculikan. Ia tak kaget jika beberapa penculiknya kini menjadi jenderal. Sebab menurutnya, pengadilan militer yang mengadili anggota Tim Mawar tidak bisa diharapkan fair dan terbuka.
Mugiyanto diculik di Rumah Susun Klender, pada 13 Maret 1998. Ia adalah satu dari sembilan korban penculikan yang dilepaskan. Mereka adalah Desmond J Mahesa, Pius Lustrilanang, Faisol Reza, Rahardjo Walujo Djati, Nezar Patria, Aan Rusdianto, Mugiyanto, Andi Arief, dan Haryanto Taslam (alm).
Menurutnya, pengadilan Militer bukanlah tempat yang tepat untuk mengadili kasus pelanggaran HAM. Bahkan informasi yang didapatnya, mereka yang divonis 22 bulan atau 24 bulan tidak benar-benar menjalani hukumannya di penjara.
Kita tahu, pengungkapan pelaku penculikan aktivis 1998 tidak dilakukan serius dan vonis yang diberikan pengadilan militer tidak sesuai harapan banyak orang, termasuk soal dalang penculikan (Prabowo) yang belum pernah diadili karena hanya menjalani proses peradilan di DKP.
Mugiyanto adalah salah satu dari sembilan korban penculikan yang dilepaskan dan menolak berhubungan dengan para penculiknya karena khawatir ada iming-iming atau bahkan ancaman.
Menurutnya, iming-iming jabatan atau keistimewaan perlakuan adalah upaya tutup mulut Prabowo agar upaya pencarian keberadaan 13 aktivis pro demokrasi yang masih hilang berakhir.
Hal ini untuk mengelabui masyarakat dengan menutupi atau menghilangkan jejak kejahatan Prabowo, sehingga dapat melenggang bebas mencalonkan diri sebagai Capres.
No comments:
Post a Comment