Hoaks, Cara Kubu Prabowo-Sandi Delegitimasi KPU
Awal tahun 2019, Komisi Pemilihan Umum (KPU) diserang oleh kabar bohong (hoaks). Kabarnya, sudah ada 7 juta suara sudah dicoblos di Tanjung Priok.
Kabar itu berawal dari cuitan salah satu pendukung Prabowo-Sandi di Twitter. Dengan cepat kabar itu pun menjadi pemberitaan publik.
Tentu saja, KPU membantahnya. Mereka langsung mengecek ke Tanjung Priok dan memastikan bahwa informasi tersebut adalah bohong.
Kita tahu, hoaks itu muncul dari kalangan kubu Prabowo-Sandi. Melalui kasus tersebut, mereka sebenarnya sedang ingin menggiring opini negatif di masyarakat.
Bukan soal benar atau salahnya yang penting. Tetapi ketidakpercayaan publik kepada KPU adalah target sebenarnya.
Dengan lemahnya kepercayaan masyarakat kepada KPU, maka itu menjadi langkah awal bagi mereka untuk menciptakan opini 'berat sebelah' KPU dalam Pemilu kali ini. Berikutnya, saat mereka benar-benar kalah, hal itu menjadi senjata yang efektif untuk mendelegitimasi hasil resmi Pemilu. Bisa dikatakan curang, atau tidak sah, dan lain sebagainya.
Sementara, Sigit Pamungkas, Komisioner KPU 2012-2017 melihat kabar bohong tersebut sebagai tekanan politik yang menyerang KPU. Walaupun KPU mampu mengatasi kabar bohong tersebut, publik sudah terlanjur tidak percaya.
Buktinya, hasil survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) menyimpulkan bahwa kepercayaan publik pada KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menurun di bawah angka 70%.
Untuk itu, KPU memang harus responsif dan terbuka dalam menghadapi tantangan tersebut. Hal itu berkaitan dengan adanya perubahan konteks penyampaian informasi kepada masyarakat.
Selain itu, KPU memang harus lebih sensitif terhadap pendukung calob-calon presiden. Langkah KPU yang segera bertolak ke Pelabuhan Tanjung Priok dan mempolisikan penyebar hoaks tersebut adalah langkah yang tepat.
Sebab, setiap hoaks harus direspons dan dilaporkan agar tidak terulang kembali. Dan, kita sangat setuju dengan hal ini.
No comments:
Post a Comment