Saturday, 27 October 2018

Stop, Politik Kebohongan telah Melewati Batas Kesabaran Publik


Stop, Politik Kebohongan telah Melewati Batas Kesabaran Publik


Memasuki masa kampanye Pemilu 2019 ini, politik kebohongan yang dimainkan oleh kubu oposisi dirasakan sudah keterlaluan. Politik kebohongan ini telah melewati batas kesabaran.

Hal tersebut karena kebohongan yang dilakukan itu telah mengorbankan rakyat. Dengan adanya kebohongan itu, proses demokrasi tak membahas persoalan rakyat, namun justru terjebak pada isu yang tak benar demi sebuah kekuasaan.

Kasus hoax Ratna Sarumpaet menjadi salah satu cerminan politik kebohongan yang kini terjadi di dunia politik Indonesia. Bahayanya, political les dan lies politics itu justru melanda banyak kalangan elite politik yang mengimbas ke lingkungan pemilih akar rumput.

Belajar dari kasus RS, dimana hal tersebut sarat dan tumpang tindih dengan politik kebohongan tanpa bukti dan tanpa verifikasi kebenaran. Hal itu sangat berbahaya karena bisa membakar emosi masyarakat akar rumput.

Dalam konteks saat ini, penjajahan yang paling mengerikan ialah penjajahan kebohongan, karena disitu yang dijajah adalah alam pikiran.

Menerapkan Kebohongan termasuk dalam hal politik memiliki resiko yang berat. Karena tidak ada orang yang punya ingatan cukup baik untuk menjadi pembohong yang sukses.

Siksaan untuk para pembohong ialah harus mengingat semua kebohongannya. Kebohongan satu akan ditutup dengan kebohongan lain yang belum tentu berjalan sesuai ingatan dan peran yang dimainkan, maka seorang pembohong tak akan punya kepercayaan lagi di mata orang lain.

Di bidang politik sudah tentu pembohong sedang bunuh diri karena tak akan ada orang yang akan percaya dan memilihnya lagi. Itu yang sudah dilakukan oleh Ratna Sarumpaet, dan para artis pendukung drama kebohongan itu, seperti Prabowo, Sandiaga Uno, Amien Rais, Fadli Zon, Dahnil Anzar, Ferdinand Hutahean, Hanum Rais, dan para pembohong lainnya.

No comments:

Post a Comment