Friday, 26 October 2018

Skenario Jahat di Balik Momentum Polemik Pembakaran Bendera HTI


Skenario Jahat di Balik Momentum Polemik Pembakaran Bendera HTI



Semakin ke sini, modus operandi dari HTI mulai terbongkar. Melalui pembakaran bendera di Garut kemarin, HTI perlahan mulai mengarahkan ujung senapan ke pemerintah.

Pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid pada perayaan Hari Santri Nasional (HSN) di Garut beberapa waktu lalu, bukanlah tanpa konteks. Pembakaran itu adalah buntut dari aksi provokasi simpatisan HTI yang mengibarkan atribut organisasi terlarang itu di tengah-tengah barisan santri.

Operasi pengibaran bendera tauhid khas HTI itu terbukti dilakukan secara sistematis. Hal ini berdasarkan temuan Tim Pencari Fakta (TPF) PBNU yang menunjukkan bahwa aksi pengibaran bendera berwarna hitam itu dilakukan di berbagai tempat secara serentak.

Ini bukti bahwa provokasi yang dilakukan HTI itu direncanakan secara matang dan dilakukan dengan taktik infiltrasi. Tujuannya adalah untuk memprovokasi kelompok umat Islam lainnya.

Kejadian pembakaran tersebut akhirnya dijadikan pemantik untuk mempengaruhi wacana publik. Arahnya sudah jelas, yakni membangun opini bahwa umat Islam sedang dimusuhi. Oleh siapa? Tentu saja, NU yang dibekingi oleh pemerintahan Presiden Jokowi.

Oleh karenanya, tahapan berikutnya para pendukung khilafah itu bersatu dengan para pendukung oposisi untuk menggelar aksi demonstrasi. Kesuksesan aksi 411 dan 212 yang berhasil menggulingkan Ahok sebagai gubernur petahana dijadikan referensi.

Mereka juga memiliki keinginan yang sama, yaitu menjatuhkan Presiden Jokowi, atau membuatnya tak terpilih kembali pada Pemilu 2019 nanti.

Skenario ini yang sedang dibangun oleh kubu HTI dan pendukung kubu Prabowo-Sandi. Mereka memanfaatkan momentum pembakaran bendera HTI di Garut itu sebagai medium untuk membesarkan kembali politik identitas dan isu SARA di masyarakat.

Bagi HTI, serangkaian aksi di atas adalah untuk menegakkan paham khilafah dan mengganti Pancasila, serta menggeser sistem demokrasi. Mereka bakal mendirikan negara Islam.

Sedangkan, bagi pendukung oposisi, momentum pembakaran ini dilihat secara politis. Ini adalah peluang untuk menjatuhkan Presiden Jokowi.

Mereka memiliki musuh yang sama, yakni rezim Jokowi. Kawin-mawin diantara keduanya yang akhirnya menginisiasi Aksi Bela Tauhid yang digelar di Jakarta, Jum'at (26/10) kemarin.

Salah satu seruan untuk melakukan Aksi Bela Tauhid ini datang dari pentolan FPI, Habib Rizieq Shihab. Dia dari Mekkah menyerukan kepada umat Islam di Indonesia untuk memasang bendera tauhid ala HTI itu di markas-markas FPI. Tak hanya itu juga harus dibawa dalam setiap aksi demonstrasi.

Seruan itu mendapatkan tantangan dari Guntur Romli. Caleg PSI itu meminta Rizieq Shihab untuk memulai seruannya itu dari dirinya sendiri.

Kalau Rizieq berani, coba pasang bendera HTI itu di rumah atau tempat penginapannya di Mekkah. Atau, Rizieq membawa bendera itu di tempat umum. Pasti dia akan berurusan dengan aparat keamanan di Arab Saudi.

Sebab, sebagaimana yang diketahui, kerajaan Arab Saudi adalah salah satu pihak yang melarang HTI tumbuh di negaranya. Berikut larangan mengibarkan atributnya.

Dengan begitu, telah menjadi jelas motif di balik serangkaian kejadian belakangan ini. Dari pembakaran bendera, debat-debat di media sosial, hingga Aksi Bela Tauhid adalah satu rangkaian yang tak terpisah.

Momentum itu ditujukan untuk menjatuhkan Presiden Jokowi dan mengganti paham negara. Dan, kita tahu kubu mana yang melakukan itu.

Oleh karenanya, kita tak perlu ikut terprovokasi atas gerakan di atas. Bila datang ajakan untuk berdemo, cukup diberikan senyum dan ditolak dengan halus. Agar kita tak menjadi rombongan yang dicatat sejarah sebagai perongrong bangsa dan negara.

No comments:

Post a Comment