Sunday, 14 October 2018

Kondisi Perekonomian Indonesia dan Optimisme Presiden Jokowi


Isu perekonomian selalu menjadi topik hangat di setiap masa kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres). Setiap kandidat calon presiden, baik Jokowi maupun Prabowo, terlihat menggunakan isu tersebut untuk menarik suara pemilih pada Pilpres 2019 mendatang. 

Namun, terdapat narasi utama yang berbeda diantara keduanya dalam memandang kondisi perekonomian nasional saat ini. Presiden Jokowi terlihat lebih memiliki 'tone' yang positif. Dia memandang perekonomian Indonesia saat ini akan tetap tumbuh dan optimis akan terus maju. 

Sedangkan Prabowo selalu membayangkan Indonesia saat ini adalah miskin, terbelakang, dan menjadi negara yang tak memiiki masa depan, bahkan akan bubar pada 2030. Narasi yang ditampilkan selalu berisi ketakutan, kekhawatiran, dan pesimisme. 

Karena itulah para pendukung Prabowo selalu menyudutkan dan melihat negatif sisi perekonomian Indonesia. Mereka menyebut bahwa Indonesia dikuasai asing, utang menumpuk, inflasi tinggi, pengangguran banyak, kemiskinan merajalela, hingga pertemuan IMF-WB dianggap sebagai ajang utang. 

Padahal, kalau kita mau jujur, kenyataannya tidak seperti itu. Secara umum, perekonomian Indonesia sudah membaik. Bahkan, saat ini Indonesia telah masuk dalam jajaran G-20 atau kumpulan 20 negara termaju di dunia. 

Beberapa pihak dari luar negeri pun mengakui bahwa perekonomian Indonesia saat ini cukup stabil dan positif. Misalnya, Presiden Bank Dunia justru memuji kondisi perekonomian Indonesia di tengah gejolak global. 

Menurutnya, fundamental ekonomi Indonesia sampai saat ini masih cukup kuat dalam menahan gejolak dari ketidakpastian global. Kalaupun itu ada depresiasi atau pelemahan nilai tukar rupiah bukan disebabkan dari kondisi Indonesia yang rentan, melainkan karena faktor lain, yakni karena dorongan spekulasi di tingkat internasional. Secara umum posisi makroekonomi Indonesia secara keseluruhan masih kuat,

Keyakinan lain soal kondisi ekonomi yang stabil seperti itu juga disampaikan oleh Direktur IMF, Christine Lagarde. Dia menyebutkan bahwa kondisi perekonomian Indonesia hingga hari ini masih sehat, sehingga tak perlu IMF memberikan utang kepada Indonesia. 

Ajang pertemuan IMF-World Bank yang beberapa waktu digelar di Bali pun juga mengindikasikan sisi sehatnya ekonomi Indonesia tersebut. Meski banyak dikritik oleh kubu Prabowo sebagai ajang pencarian utang baru. 

Perlu diluruskan bahwa itu adalah sebuah kesalahan. Pertemuan itu bukan untuk mencari talangan utang bagi Indonesia. 

Untuk meminta tambahan utang, tidak perlu jadi tuan rumah. Misalnya, Argentina yang meminta utang IMF tahun ini karena krisis, mereka bukan tuan rumah. Hal itu sebagaimana yang disampaikan oleh Mantan Menteri keuangan RI, Chatib Basri.

Kemudian, terkait propaganda negatif pihak oposisi bahwa perekonomian Indonesia dikuasai asing, pada dasarnya, juga tak sesuai fakta di lapangan. Ekonom Universitas Indonesia, Faisal Basri, menegaskan bahwa perekonomian Indonesia saat ini tidak dikuasai oleh investasi asing.

Faisal membeberkan bahwa di kawasan negara Asia Tenggara saja, Indonesia masih berada di bawah negara lain dalam penerimaan investasi asing. Bahkan Indonesia, masih berada di Vietnam yang notabenenya menganut sistem komunis.

Berdasarkan data yang dirilis oleh Faisal, sejak 2011 sampai 2016, perkembangan Foreign Direct Investment (FDI) atau investasi langsung asing masih kecil dibanding beberapa negara Asia Tenggara lain. Perkembangan FDI Indonesia, 24, 1 persen, masih di bawah Malaysia yang 40,6 persen, sementara Vietnam 50,5 persen, dan Thailand 44,7 persen.

Dengan pemaparan seperti di atas, maka jelas bahwa perekonomian Indonesia saat ini cukup kuat, stabil, dan selalu tumbuh ke depannya. Selain itu, juga tak benar jika ekonomi Indonesia dikuasai asing, faktanya hanya sebagian saja perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia. 

Ini membantah sekaligus meluruskan ketakutan, kekhawatiran, dan pesimisme yang disebarkan secara akut oleh kubu Prabowo. Kita harus berani memandang Indonesia maju dan kuat dari sisi perekonomian di masa depan.

No comments:

Post a Comment