Sunday, 14 October 2018

Di Balik Pertimbangan Matang dan Hati-Hati dalam Pembatalan Kenaikan Harga BBM oleh Presiden Jokowi


Beberapa waktu lalu, pemerintah berencana hendak menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), termasuk yang bersubsidi seperti Premium. Namun, rencana itu akhirnya diurungkan oleh Presiden Jokowi di menit-menit akhir lantaran adanya kalkulasi ulang yang lebih matang. 

Pembatalan kenaikan harga BBM ini memang hanya selisih beberapa jam setelah Menteri ESDM, Ignasius Jonan, mengumumkan rencana kenaikan harga minyak tersebut. Praktis ini menjadi bola liar panas yang dipolitisasi oleh kubu Prabowo. 

Mereka beramai-ramai menyerang Presiden Jokowi dengan menyatakan bahwa pembatalan kenaikan BBM adalah bentuk pencitraan, ketidakpercayaan Jokowi, lemahnya koordinasi antar lembaga pemerintah, hingga miskinnya perencanaan pemerintah.

Terlepas dari klaim pihak oposisi tersebut sebenarnya kita perlu melihat pertimbangan pemerintah terkait pembatalan rencana kenaikan harga BBM tersebut. Hal ini agar kita bisa menilai secara adil dan tak salah dalam mengambil kesimpulan terkait masalah penting itu.

Rencana kenaikan harga BBM bersubsidi itu awalnya dilatarbelakangi oleh harga minyak mentah yang terus meningkat di pasaran internasional. Merespon kondisi itu, pemerintah telah berhitung sejak sebulan lalu untuk menaikkan harga BBM. 

Presiden Jokowi pun menugaskan sejumlah pihak untuk membuat kajian dan saran kebijakan atas masalah tersebut. Ketika itu, arah kebijakan paling kuat adalah menaikkan harga BBM.

Namun, Presiden Jokowi belakangan berhitung ulang karena ada dua kondisi, yakni pertama, soal pertumbuhan ekonomi yang masih bertumpu dari sisi konsumsi. Kedua, dari insignifikannya laba Pertamina bila harga premium itu dinaikkan.

Sebelum keputusan pembatalan itu, Presiden telah mendapatkan kalkulasi yang menyatakan bahwa konsumsi masyarakat akan menurun jika harga BBM jenis premium dinaikkan. Padahal, konsumsi masyarakat ini sangat penting bagi perekonomian yang masih tergantung pada sektor konsumsi. 

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan struktur ekonomi Indonesia masih ditopang oleh konsumsi rumah tangga sebesar 56,2 persen. Saat ini, diakui Presiden, kita masih dalam masa transisi dari pertumbuhan ekonomi berbasis konsumsi ke produksi.

Di saat bersamaan, Jokowi juga mendapat hitung-hitungan dari Pertamina bahwa kenaikan harga premium tidak akan meningkatkan keuntungannya secara signifikan.  Perusahaan plat merah itu hanya menerima keuntungan yang relatif kecil jika harga BBM jenis premium dinaikkan menjadi Rp 6.900- Rp 7.000 per liter.

Dengan dua pertimbangan di atas, akhirnya Presiden Jokowi memutuskan untuk tidak menaikkan harga BBM dalam waktu dekat ini. Mengingat posisi perekonomian masih cukup sehat dan kuat. 

Pemerintahan Presiden Jokowi juga memiliki pertimbangan lain yaitu dengan melakukan pengalihan pos anggaran untuk menopang beban subsidi demi mempertahankan harga BBM. Kenaikan harga BBM akan berdampak panjang utamanya dengan menyusul kenaikan harga kebutuhan lainnya. 

Kebijakan ini harusnya tak perlu diributkan terlalu mendalam, apalagi dijadikan bahan politisasi menjelang Pemilu. Karena pembatalan kenaikan harga BBM itu sendiri merupakan proses yang wajar dalam menimbang-nimbang kebijakan yang terbaik bagi kemaslahatan seluruh rakyat. 

Presiden Jokowi sendiri telah berkomunikasi dengan menteri-menteri terkait soal isu kenaikan harga BBM itu. Di sisi lain, rencana kebijakan itu juga banyak ditentang masyarakat. Dengan begitu, keputusan Jokowi ini diambil setelah mendengarkan berbagai kritikan dari masyarakat, sehingga pembatalan kenaikan harga BBM itu bisa dikatakan merupakan keputusan yang tepat.

Pembatalan kenaikan harga BBM tersebut bisa dibaca sebagai cerminan dari tingkat perekonomian yang masih kuat. Sekaligus menegaskan jika urusan minyak ini bagi pemerintahan Presiden Jokowi merupakan persoalan yang tidak main-main. 

Oleh karena itu harus berhati-hati dalam mengambil keputusan agar tidak merugikan rakyat banyak. Begitulah yang mesti dipahami masyarakat, agar narasi pembatalan kenaikan harga BBM tersebut tidak liar kemana-mana, hinga berujung pada debat yang tidak substantif di masyarakat.

No comments:

Post a Comment