Pembakaran Bendera HTI, Pengertian Liwa dan Rayyah, serta Beberapa Kesalahanpahaman Kita
Permasalahan tersebut berangkat dari pemahaman bahwa simbol yang berisi kalimat tauhid dalam bendera HTI itu dianggap sakral. Sehingga, siapapun yang membakar bendera HTI akan dituduh menghina agama Islam. Namun benarkan penalaran seperti itu?
Jawabannya, tidak benar. Kita perlu sedikit meluruskan pemahaman mengenai bendera ini.
Bendera hitam putih yang sering dibawa aktivis HTI merupakan simbol gerakan pemberontakan (bughat) terhadap daulah Islamiyah (NKRI). Bendera tersebut terinspirasi oleh hadits-hadits Nabi Muhammad SAW tentang liwa rayah yang merupakan bendera simbol kenegaraaan kaum muslimin.
Sedangkan di Indonesia telah disepakati bahwa bendera merah putih sebagai simbol pemersatu rakyat. Merah putih itulah liwa rayah kita saat ini. Sudah seharusnya masyarakat Indonesia mengusung bendera merah putih sebagai liwa rayah.
Nabi Muhammad SAW tidak pernah memerintahkan umatnya menggunakan liwa rayah hitam putih bertuliskan dua kalimat syahadat. Perihal bendera negara diserahkan sepenuhnya kepada kesepakatan umatnya.
Berdasarkan konteks hadits terkait Liwa dan Rayah, terlihat jelas bahwa Rasulullah SAW menggunakan liwa dan rayah dalam konteks politik identitas tertentu. Liwa dan rayah pada masa itu adalah suatu identitas negara.
Konvensi internasional mengatakan bahwa eksistensi negara salah satunya dilambangkan dengan sebuah bendera. Inilah fungsi dari Liwa.
Adapun Rayah berfungsi adminstrasi (idariyah) di dalam negeri, khususnya di angkatan perang (jihad). Di kancah peperangan, bendera itu jadi penanda pasukan dan pemegang bendera yang jadi pemimpin pasukan.
Fungsi politik kenegaraan liwa dan fungsi administrasi rayah merupakan fungsi yang dimiliki setiap bendera negara. Bendera Liwa Rayah di masa Nabi Muhammad SAW tidak memiliki konotasi keagamaan secara khusus. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa bendera tauhid merupakan produk budaya sebagai lambang negara.
Nilai bendera terletak pada fungsinya bukan pada bentuknya. Bentuk bendera mengikuti konvensi, konsensus dan adat yang sedang berlaku.
Kalimat tauhid adalah kalimat universal milik semua kaum muslimin. Tauhid adalah doktrin tentang keesaan Allah SWT yang diyakini dalam hati, diaktualisasikan dengan perbuatan dan termanifestasi menjadi kebudayaan dan peradaban. Sehingga, tauhid bukanlah bendera tapi aqidah.
Namun, akhir-akhir ini bendera tauhid banyak dipakai oleh ormas Islam dalam berbagai kegiatan. Secara konteks, belum ada definisi baku tentang bendera tauhid, namun dari persepsi umum yang dimaksud bendera tauhid yaitu sepotong kain bersegi yang bertuliskan kalimat dua kalimat syahadat.
Bendera tauhid memiliki beberapa variasi antara lain bendera Kerajaan Arab Saudi yang ditambah gambar pedang di bawah kalimat syahadat berlatar kain warna hijau. Adapun bendera Persyarikatan Muhammadiyah menambah kata muhammadiyah di tengah apitan tulisan dua kalimat syahadat yang berbentuk setengah lingkaran dipagari oleh garis-garis sinar matahari di atas kain warna hijau.
Bahkan, kelompok ISIS mempunyai bendera warna hitam dengan tulisan Muhammad Rasulullah berbentuk bulat yang mereka yakini seperti stempel yang pernah digunakan Rasulullah Muhammad SAW pada surat-surat beliau.
Sedangkan, ormas Islam di Indonesia yang juga menggunakan dua kalimat syahadat pada benderanya antara lain: FPI, FUI, Jama’ah Ansharusy Syariah dan HTI.
Di dalam bendera HTI sendiri terdapat perbedaan dengan logo Hizbut Tahrir internasional. Logo HT Internasional berupa bola dunia bertuliskan Hizbut Tahrir ditengahnya. Sedangkan HTI menggunakan tiang bendera tauhid berwarna hitam dan putih di posisi huruf I kata tahrir dan Indonesia pada nama Hizbut Tahrir Indonesia.
HT dan HTI lebih menonjolkan bendera tauhid yang mereka sebut bendera Rasulullah yang bernama Liwa dan Rayah dibandingkan lambang/ logo kelompok mereka sendiri. Diantara ormas Islam yang menjadikan dua kalimat Syahadat sebagai lambang, hanya HTI dan ISIS yang begitu fanatik.
Membakar dua bendera organisasi tersebut, tidak bisa disamakan dengan membakar kalimat tauhid. Karena konteksnya berbeda sebagaimana yang dijelaskan di atas. Membakar bendera HTI, meskipun ada kalimat tauhidnya, ditujukan untuk mendiskreditkan lambang organisasi tersebut. Bukan pada kalimat tauhidnya. Itu adalah dua hal yang berbeda.
Asal tahu saja, membakar benda yang bertuliskan lafadz Allah di dalamnya tak hanya dilakukan oleh Banser NU saja. Pada masa sahabat dulu juga pernah dilakukan.
Alkisah, pada masa perang irminiyah dan perang adzrabiijaan, terdapat perbedaan pada wajah qiraah beberapa sahabat dimana sebagian bercampur dengan bacaan yang salah. Utsman radhiyallahu ‘anhu kemudian memerintahkan kepada sahabat untuk menulis ulang Al-Qur’an, mengirimkan Al-Qur’an tersebut ke seluruh penjuru negeri dan memerintahkan kepada manusia untuk membakar Al-Qur’an yang tidak sesuai dengan kodifikasi beliau.
Hal tersebut menjadi rujukan dari upaya menjaga persatuan dan kesatuan umat. Dalam konteks yang hampir sama juga terjadi pada peringatan hari santri di Tasikmalaya kemarin. Banser NU membakar kain hitam putih sebagai simbol organisasi terlarang, yang kemudian menimbulkan kontroversi dan polemik.
No comments:
Post a Comment