Tuesday, 25 December 2018

Soeharto Mengobral Kekayaan Alam Indonesia, Jokowi Merebutnya Kembali

Soeharto Mengobral Kekayaan Alam Indonesia, Jokowi Merebutnya Kembali 


Akhir tahun 2018 menjadi tonggak sejarah bagi Republik Indonesia. Setelah lebih dari 50 tahun tambang emas terbesar di negara itu dikuasai asing, sekarang berhasil diakuisisi kembali oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo. 

Sejarah Freeport memang tak lepas dari Soeharto dan Orde Baru. Rezim otoriter dan korup yang berkuasa selama 32 tahun inilah yang membuka pintu lebar-lebar masuknya investasi asing ke Indonesia.

Tambang Grasberg yang mengandung bijh emas, tembaga dan mineral itu ditemukan sebelum era kemerdekaan. Namun, di era Soekarno keinginan investasi Amerika Serikat selalu menemui kebuntuan.  

Alhasil, Presiden RI pertama itu digulingkan dan kekuasaan berganti kepada Soeharto. Di era Presiden Soeharto inilah investasi asing menempati kedudukan terhormat.  

Buktinya, produk Undang-Undang pertama yang dikeluarkan oleh Presiden Soeharto adalah UU Penanaman Modal Asing (PMA). Peraturan inilah yang menjadi alas dasar masuknya investasi asing di Indonesia. 

Setelah menjabat Presiden RI, Soeharto langsung 'mengobral' tambang di Indonesia. Kontrak karya Freeport ditandatangani pada 7 April 1967, atau hanya sekitar tiga pekan setelah Soeharto dilantik sebagai pejabat presiden. 

Sejak masa itulah, tambang Grasberg yang merupakan salah satu tambang emas terbesar di dunia dikuasai oleh Freeport. Sejak itu pula, eksploitasi asing atas SDA di Indonesia dimulai. 

Padahal, kandungan emas di tambang itu besar sekali. Hingga saat ini, Freeport sudah menambang lebih dari 1.000 ton emas. 

Tak hanya itu, masih ada kandungan tembaga, perak dan mineral lainnya. Nilai kekayaan yang terkandung dari Grasberg sekitar Rp. 2.400 triliun. Jumlah ini melebihi APBN dan bisa menalangi APBN Indonesia dalam setahun. 

Setelah 51 tahun dikuasai Freeport, pemerintahan Presiden Jokowi bertekad untuk mengambil alih pengelolaan blok tambang tersebut. Akuisisi 51% saham Freeport adalah cara agar tetap menguasai tambang tersebut tanpa harus kehilangan teknologi, SDM dan infrastruktur milik Freeport ssebelumnya. 

Karena bila hanya diusir saja, maka pemerintah Indonesia hanya akan mendapatkan tanahnya saja. Hal ini akan mendatangkan kesulitan untuk 'install' ulang teknologi tinggi penambangan yang berbiaya tinggi. 

Dengan akuisisi saham, maka Freeport akan tetap menambang di Grasberg, tetapi pengendali utamanya adalah pemerintah melalui perusahaan tambang negara, PT. Inalum. 

Inilah cara cerdas pemerintahan Presiden Jokowi menguasai SDA dan kekayaaan alam tanpa membuat kegaduhan politik. Inilah prestasi yang patut dibanggakan.

Jadi, bila disingkat narasi ini adalah sebuah cerita berkebalikan antara Soeharto dan Jokowi. Bila Soeharto mengobral tambang, Jokowi merebutnya kembali. 

Lantas, sekarang anak keturunan Soeharto dan menantunya (baca: Prabowo Subianto) mencalonkan diri menjadi Presiden RI kembali. Maukah SDA Indonesia diobral kembali?

No comments:

Post a Comment