Sunday, 30 December 2018

Kejagung Harus Bentuk Tim Usut Kasus Manipulasi Pajak Bambang Widjajanto

Kejagung Harus Bentuk Tim Usut Kasus Manipulasi Pajak Bambang Widjajanto


Di negara konstitusional seperti Indonesia ini, perlakuan yang sama di hadapan hukum adalah sebuah kemutlakan. Tak dibolehkan seorang karena status sosialnya mendapatkan perlakuan hukum yang berbeda dibandingkan warga lainnya. 

Hukum harus setara diterapkan kepada seluruh warga negara. Termasuk kepada mantan komisioner KPK, Bambang Widjajanto. 

Beberapa waktu lalu, ratusan aktivis mahasiswa LSM Satgas Anti Diskriminasi Hukum (Sadis) menggelar aksi di depan Kejagung RI. Mereka menuntut Jaksa Agung HM Prasetyo segera mencabut deponering mantan pimpinan KPK, Bambang Widjajanto.

Selain itu, mereka juga melaporkan dugaan manipulasi pidana pajak dan TPPU, yang diduga dilakukan Bambang Widjajanto selama menjalankan profesi sebagai pengacara.

Berdasarkan hasil investigasi, Bambang Widjajanto dengan basis objek penelitian pada pekerjaan 2009-2010 diduga berhasil meraih pendapatan sebesar Rp 400 miliar/tahun, dengan mewajibkan seluruh kliennya membayar Rp 10 miliar setelah tanda tangan surat kuasa.

Hal ini mengindikasikan Bambang melakukan dugaan pidana manipulasi pajak dan TPPU selama menjadi Senior Partner di Widjajanto, Sonhaji & Associates, yang merugikan keuangan negara puluhan miliar rupiah.

Karena temuan tersebut, LSM Sadis mendesak Kejagung RI untuk membentuk Tim Joint Investigation dengan menggandeng Dirjen Pajak dan KPK untuk menyelidiki kasus dugaan manipulasi pidana pajak dan TPPU BW. 

Masyarakat sudah muak dengan kasus pejabat yang mendapatkan keistimewaan hukum. Karena itu, kita ingin aparat keamanan bisa bertindak tegas dengan menyeret Bambang Widjajanto ini ke jalur hukum. 

Bambang tak berbeda dengan warga negara lainnya. Hukum harus ditegakkan, baik itu kepada mantan pejabat penegak hukum sekalipun. Kita ingin Bambang harus mempertanggung jawabkan kesalahan dan pelanggaran hukum yang pernah diperbuatnya.

Masyarakat Ingin Hukum Ditegakkan, 'Deponering' Bambang Widjajanto Harus Dicabut

Masyarakat Ingin Hukum Ditegakkan, 'Deponering' Bambang Widjajanto Harus Dicabut


Di tengah mencuatnya nama Bambang Widjajanto, sejumlah elemen masyarakat menuntut kasus hukum yang membelitnya diungkap dan segera diselesaikan. Mereka menganggap Bambang masih memiliki utang kasus yang harus dituntaskan. 

Sebagaimana diketahui, Bambang Widjajanto dalam kedudukannya sebagai kuasa hukum Ujang Iskandar, calon bupati Kotawaringin Barat pada tanggal 23 Januari 2015 telah ditetapkan menjadi tersangka oleh Bareskrim Polri. Yakni dalam  perkara dugaan menyuruh saksi Ratna Mutiara memberi keterangan palsu pada sidang Mahkamah Konstitusi tahun 2010, terkait sengketa Pemilihan Kepala Daerah. 

Akan tetapi, atas desakan yang dibangun oleh kawan-kawan tersangka yang tergabung dalam beberapa NGO, Jaksa Agung dengan dalih menggunakan hak prerogatif yang diberikan pasal 35 huruf C Undang-Undang No 16/2004 tentang Kejaksaan Agung RI memutuskan, menerbitkan penetapan deponering atas perkara tersebut. 

Masyarakat ingin Jaksa Agung HM Prasetyo segera mencabut deponering mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjajanto. Hal itu karena keputusan deponeering itu diduga tidak melalui prosedur yang benar. 

Sebagaimana yang diwajibkan oleh undang-undang, deponering harus mengacu pada keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 29/PUU-XIV/2016, di mana deponering wajib melalui proses konsultasi  dan membutuhkan pertimbangan dari ketua DPR, ketua Mahkamah Agung RI, dan kapolri.

Dalam kasus Bambang, keputusan deponering Jaksa Agung tanpa melalui konsultasi dan tidak memilki pertimbangan dari Ketua DPR dari segi uraian argumen telah terpenuhinya unsur keterwakilan kepentingan umum, dari Ketua MA segi yuridisnya, dan dari Kapolri pada aspek mekanisme penyidikannya,

Apa yang diberikan Ketua MA, Ketua DPR dan Kapolri pada waktu itu bukanlah sebuah pertimbangan sebagaimana yang dimaksud keputusan  Mahkamah Konstitusi Nomor: 29/PUU-XIV/2016. Namun hanya sekadar statement katagori biasa yang pada pokoknya menyerahkan sepenuhnya kelanjutan perkara tersangka Bambang Widjajanto kepada Jaksa Agung RI

Selain itu, pertimbangan  tuntutan pencabutan deponeering karena Bambang Widjajanto tidak memiliki kualifikasi secara yuridis dan moral untuk mendapatkan keistimewaan deponering. Hal tersebut terkait dengan beberapa kasus yang menimpanya.

Bambang bagaimanapun adalah warga negara biasa. Dia seharusnya tetap dihukum bila memang bersalah. Hal ini adalah bagian dari bukti kesamaan di hadapan hukum. Aspek imparsialitas harus ditegakkan. 

Tak bisa mentang-mentang Bambang adalah mantan komisioner KPK terus kasusnya mandeg. Jaksa Agung harus berani mencabut deponering untuk menuntaskan kasus hukum yang menjerat dirinya. 

Ayo, aparat hukum tegas dan adil dalam bertindak!

Tak Layak Jadi Panelis Debat, Bambang Punya Rekam Jejak Buruk dan Tak Netral

Tak Layak Jadi Panelis Debat, Bambang Punya Rekam Jejak Buruk dan Tak Netral


Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengumumkan panelis debat capres-cawapres. Salah satunya adalah Bambang Widjajanto. 

Penunjukkan ini telah melahirkan protes dari beberapa pihak. Salah satunya karena kredibilitas dan netralitas Bambang dipertanyakan.

Seperti yang disampaikan oleh Koordinator Satgas Anti Diskriminasi Hukum (SADIS) Gunawan. 

Ia menyatakan bahwa pihaknya menolak kebijakan KPU yang menetapkan Bambang Widjajanto sebagai salah panelis debat Pilpres 2019 karena kredibilitas Bambang Widjajanto secara moral dan etika tidak layak.

Pasalnya, Bambang masih terlibat dalam kasus hukum. Bambang Widjajanto pernah ditetapkan tersangka dalam kedudukannya sebagai kuasa hukum Ujang Iskandar, calon bupati Kotawaringin Barat pada tanggal 23 Januari 2015. 

Ia menjadi tersangka dalam perkara dugaan menyuruh saksi Ratna Mutiara memberi keterangan palsu di sidang MK tahun 2010 terkait sengketa pemilihan kepala daerah.

Atas kasus tersebut maka Bambang Widjajanto dipandang tidak memiliki kapasitas secara moral untuk dilibatkan dalam Pilpres 2019.

Selain itu, Bambang Widjajanto juga diduga terlibat dalam pidana manipulasi pajak berdasarkan laporan kepada Jaksa Agung RI pada tanggal 30 Oktober 2018. 

Bambang Widjajanto diduga telah melakukan manipulasi pidana pajak, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) selama menjalankan profesi sebagai pengacara Senior Partner di Widjajanto, Sonhaji & Associates yang merugikan Negara mencapai puluhan miliar rupiah. 

Meski berharta puluhan miliar namun menjelang mengikuti pemilihan Ketua KPK, Bambang Widjajanto justru mengisi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tidak sesuai kenyataannya. 

Ia melaporkan dan memberikan keterangan hanya memiliki harta kekayaan sebesar Rp 4,8 miliar sementara hartanya lebih dari itu.

Oleh karena itu, sudah tepat bila SADIS menuntut agar Jaksa Agung RI mencabut dan membatalkan kembali keputusan deponeering perkara atas nama tersangka Bambang Widjajanto.

Aparat hukum juga perlu mengusut dugaan pidana manipulasi pajak dan TPPU yang terjadi ditubuh “Widjajanto, Sonhaji, & Associates” yang melibatkan Bambang Widjajanto, SH, dengan membentuk Tim Gabungan: Kejagung RI, Dirjen Pajak dan KPK.

Saat ini Bambang Widjajanto pun berstatus sebagai anggota tim gubernur DKI untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP). Dengan statusnya sebagai Anggota Tim Gubernur DKI untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP), Bambang Widjajanto tidak dapat bersikap netral dan independen dalam kontestasi pemilihan Capres-Cawapres 2019. 

Inilah sejumlah hal yang perlu diketahui publik terkait siapa Bambang. Kita harus memastikan bahwa panelis debat seharusnya sosok yang kredibel dan netral. 

Jangan sampai debat capres-cawapres dijadikan ajang berat sebelah. Karena bagaimanapun debat adalah wahana untuk menguji gagasan capres dan cawapres.

Etika Oposisi, Lain di Mulut dan Lain di Sikap

Etika Oposisi, Lain di Mulut dan Lain di Sikap


Foto tidak etis beberapa tokoh oposisi kembali beredar di media sosial. Kali ini terkait dengan Sandi dan Ust. Haikal Hassan. 

Setelah dulu Sandiaga dikritik karena berjalan dan melangkahi makam, kini Sandi kembali dikritik karena sikapnya yang tidak etis ketika berdoa. Ia berdoa sambil duduk dan menyilangkan kaki layaknya di warung.

Hal tersebut menunjukkan sifat asli seorang cawapres yang tak sesuai dengan pernyataan-pernyataannya yang sok sucinya.

Begitu juga dengan Ust. Haikal Hassan. Dalam sebuah foto, ustadz yang kerap berkata kasar itu kedapatan sedang berpelukan dengan wanita di sebuah cafe. 

Hal tersebut tak sesuai dengan sebutannya sebagai ustadz dan cenderung melecehkan perempuan. 

Etika adalah cerminan dari kepribadian seseorang. Tingkah laku yang baik akan merefleksikan kualitas seorang tokoh. 

Hal ini yang bisa dijadikan kompas untuk menilai calon pemimpin. Masyarakat harus bisa memilih pemimpin yang memiliki akhlak baik. 

Tidak seperti Sandiaga Uno dan Ust Haikal Hassan.

Sederet Pernyataan Kontroversial nan Sesat dari Prabowo di Tahun 2018

Sederet Pernyataan Kontroversial nan Sesat dari Prabowo di Tahun 2018


Sepanjang tahun 2018 ini, Prabowo Subianto banyak mengeluarkan pernyataan kontroversial. Pernyataan itu semuanya berisi kebohongan atau hoaks saja. 

Setidaknya terdapat 6 pernyataan kontroversial Prabowo, antara lain, Indonesia bubar 2030, tampang Boyolali, Air Laut akan naik sampai Bundaran HI 2025, lulus SMA hanya jadi tukang ojek, pinjam uang ke Bank Indonesia, serta kelompok elit di Indonesia menyesatkan dan membuat gaduh. 

Sederet pernyataan itu memang tak berdasarkan data dan fakta. Juga tak sesuai dengan pandangan masyarakat luas. 

Dengan seluruh kebohongan itu, Prabowo Subianto sebagai calon presiden telah menyebarkan pesimisme. Ia juga menakut-nakuti masyarakat luas. 

Secara garis besar Prabowo memang sedang memainkan retorika untuk membangun opini kepada masyarakat terkait kondisi Indonesia. Imajinasi yang dibangunnya itu pun bersifat spekulatif dan imajinasi yang negatif. Padahal dirinya adalah calon pemimpin.

Untuk itu, seharusnya BPN Prabowo-Sandi bisa membangunkan capres nomor urut 02 itu dari igauan panjangnya. 

Kebohongan yang berulang akan dipercayai masyarakat. Dan apa yang dinyatakan itu sebagian besar adalah informasi bohong dan sesat.

Bagi Prabowo, penguasaan opini dan  kemenangan dalam Pemilu lebih penting dibandingkan kebenaran itu sendiri. Ini yang bahaya jika seorang yang delusional mencalonkan diri sebagai calon presiden.

Saturday, 29 December 2018

Fanatik Buta, Juru Kampanye Sebut Prabowo adalah Titisan Allah

Fanatik Buta, Juru Kampanye Sebut Prabowo adalah Titisan Allah


Baru-baru ini sebuah video pendek tentang kampanye pasangan capres-cawapres nomor urut 02 ramai dibicarakan publik. Video itu secara tak langsung menunjukkan sisi paradoksal dari diri Prabowo itu sendiri.

Pasalnya, juru bicara kampanye dalam video itu menyebut Prabowo Subianto sebagai titisan Allah. Katanya, memenangkan Prabowo adalah jihad fissabilillah untuk agama Islam.

Inilah sisi paradoks itu. Karena kalau ditelusuri lebih lanjut, Prabowo itu sendiri tak se-islami yang dibayangkan. 

Pada Hari Natal kemarin, Prabowo terbukti turut dalam perayaan tersebut. Ia juga mengucapkan Selamat Natal yang menurut sebagian kalangan umat Islam itu dilarang.

Sebelumnya, Prabowo juga nyata-nyata mendukung Australia untuk memindahkan kedubesnya dari Jerussalem ke Tel Aviv. Itu artinya, dia lebih pro-Israel yang beragama Yahudi dibandingkan membela penduduk Palestina yang mayoritas Islam.

Prabowo juga tak punya agenda memperjuangkan Islam ketika terpilih menjadi Presiden RI kelak, sebagaimana dipercayai pendukungnya.

Dalam video pendek itu, juru bicara kampanye juga menyebutkan pemerintahan Presiden Jokowi sebagai antek asing. Padahal dalam kenyataan yang lain, pemerintahan Jokowi justru berhasil mengambil alih sebagian kekayaan alam Indonesia dari tangan asing, seperti Freeport, Mahakam dan Rokan. 

Justru kubu Prabowo yang sebenarnya berani terang-terangan mendukung kepentingan asing di Indonesia. Hal ini pernah ditegaskan sendiri Prabowo dan adiknya, Hashim Djojohadikusumo.

Dengan adanya video di atas, kita menjadi miris. Antara harapan pendukung dan kenyataan Prabowo sendiri ternyata begitu jauh berbeda. 

Warga-warga yang fanatik buta itu adalah korban dari politisasi agama. Sebab, untuk mendapatkan kepentingan politiknya, kubu Prabowo memang menggunakan agama sebagai kendaraannya.

#MenolakLupa, Prabowo dan Soeharto Terlibat Penculikan Aktivis 98

#MenolakLupa, Prabowo dan Soeharto Terlibat Penculikan Aktivis 98


Dua puluh tahun lalu, sejumlah aktivis pro demokrasi hilang diculik. Bahkan, belum kembali hingga saat ini. 

Berdasarkan penyelidikan DKP ABRI aksi tanpa koordinasi itu dilakukan oleh grup kecil di Korps Komando Pasukan Khusus (Kopassus) di bawah kepemimpinan Letjen Prabowo Subianto.

Pertengahan 2018 lalu, Kedutaan Besar AS merilis dokumen rahasia ke publik yang mengungkapkan bahwa Prabowo Subianto memang terlibat dalam penculikan aktivis pro-demokrasi di era 1998. 

Hal itu tercantum dalam dokumen yang dirilis oleh National Security Archive, The George Washington University, tertanggal 7 Mei 1998. 

Di dokumen itu disebutkan bahwa Grup 4 Kopassus pimpinan Chairawan berada di bawah komando Prabowo. Mereka menculik aktivis atas perintah Prabowo dan berdasarkan arahan dari Soeharto.

Para aktivis itu ditahan dan disiksa di fasilitas Kopassus yang berada di sebuah lokasi antara Jakarta dan Bogor. Fasilitas tersebut merupakan markas lama unit 81 Anti-teror Kopassus atau yang dikenal saat ini sebagai Densus 81/Gultor.

Melihat rekam jejak itu, kita harus tak silap mata dalam menilai sosok Prabowo Subianto dalam kontestasi politik hari ini. Bagaimanapun Prabowo adalah capres yang memiliki sisi kelam sebagai penculik dan pembunuh. 

Kita harus memanjangkan ingatan agar tidak lupa dengan peristiwa pelanggaran HAM itu. Kekejaman mereka harus dicatat dalam sejarah hitam perjalanan bangsa dan menjadi pelajaran untuk generasi berikutnya. 

Tujuannya, tentu saja, agar kejadian di masa lalu itu tak terulang kembali. 

Nah, salah satu cara agar kita tak memutar ulang sejarah kelam di Indonesia hari ini adalah dengan memastikan para penculik dan pembunuh itu tak berkuasa kembali. Jangan sampai Prabowo cs yang ingin kembali ke Orde Baru memimpin Indonesia.

Jokowi, Pemimpin Sejati yang Selalu Hadir di Masyarakat

Jokowi, Pemimpin Sejati yang Selalu Hadir di Masyarakat


Sejak terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo memang dikenal dekat dengan rakyat dan lebih suka kerja di lapangan, termasuk jika terjadi bencana alam di Indonesia. 

Presiden ingin langsung terjun ke bawah, meninjau kerja jajaran pemerintahannya. Ia juga tak lupa menyapa dan bertemu dengan warga yang berduka. 

Apa yang dilakukan oleh Jokowi ini juga dilakukan oleh para pemimpin dunia lainnya, seperti Obama, Erdogan atau Trudeau. 

Sebagaimana mereka, Jokowi adalah sosok pemimpin yang selalu hadir dalam kondisi tersulit masyarakat. Ia berada di tengah-tengah warga ketika bencana melanda.

Di antara warga itu, Jokowi merasakan kedukaan yang sama dengan warga. Tetapi dia terus memberi semangat dan pesan-pesan yang menyejukkan, juga harapan yang lebih baik pasca bencana. 

Selain itu, Jokowi hadir guna memastikan negara tak akan tinggal diam, dan akan terus membantu para korban bencana alam. 

Di sinilah Presiden Jokowi itu menunjukkan kelasnya. Saat bencana melanda wilayah di Indonesia, Presiden Jokowi dengan cepat memerintahkan jajarannya untuk melakukan penanganan bencana. 

Bantuan juga disalurkan dengan cepat dan pemulihan kondisi segera dilakukan. Hal ini yang terasa meringankan warga terdampak bencana.

Dia adalah sosok yang tak hanya memberikan instruksi dari meja kerja saja, tetapi turut bekerja bersama warga dan masyarakat.

Wednesday, 26 December 2018

Prabowo Tunggangi Umat Islam untuk Berkuasa

Prabowo Menipu Umat Islam


Pesan berantai dari Alumni 212 akhirnya membuka mata terkait sosok Prabowo Subianto. Dalam pesan tersebut terbukti bahwa Prabowo hanyalah memanfaatkan agama untuk kepentingan politiknya saja.

Sebagaimana diakui mereka sendiri, Prabowo sebenarnya sudah kembali ke Kristen pasca bercerai dengan Titiek Soeharto. Hal ini menurut mereka tak bisa dibantah.

Keterusterangan ini berangkat dari kenyataan bahwa Prabowo menghadiri perayaan Natal bersama keluarganya. Padahal, bagi umat Islam sendiri ikut prosesi ibadah dan perayaan Natal diharamkan. 

Meski berbeda agama, Alumni 212 tetap mendukung Prabowo karena terkait kontrak politik yang sudah ditandatangani. 

Seperti diketahui, Prabowo memang telah membuat kontrak politik dengan kelompok pejuang khilafah untuk mendirikan negara Islam di Indonesia. Keputusan itu diikuti pertimbangan karena Prabowo itu lemah. 

Pesan internal dari Alumni 212 itu telah membuka mata kita bahwa Prabowo sebenarnya telah mempermainkan umat Islam.  Sebab, ternyata dirinya adalah pemeluk Nasrani. 

Jargon bela Islam, wakil ulama, dan ungkapan lainnya hanyalah 'gimmick' saja. Itu dilakukan hanya untuk menutupi kepentingan politik demi berkuasa.

Jelas, kubu Prabowo sengaja mengadu domba masyarakat untuk kepentingan pribadi yang telah merusak kehidupan sosial masyarakat. Inilah kebusukan yang mulai tercium oleh rakyat.

Sandiaga Hadiri Perayaan Natal di Gereja, Ulama Diam Saja

Sandiaga Hadiri Perayaan Natal di Gereja, Ulama Diam Saja 


Menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), mengikuti perayaan Hari Raya Natal bagi seorang Muslim adalah dilarang atau haram. Hal ini sudah menjadi ketentuan umat Islam di Indonesia sejak era Buya Hamka. 

Namun, seorang tokoh politik karena berusaha merebut suara, justru banyak yang mengikuti perayaan di Gereja. Salah satunya adalah Calon Wakil Presiden, Sandiaga Uno. 

Hal itu, tentu saja, sangat bertentangan dengan prinsip para pendukungnya yang mayoritas menolak mengucapkan hari Natal. Inilah cara cawapres nomor urut 02 itu merebut suara dengan mengorbankan akidahnya. 

Anehnya, sikap para ulama HTI sebagai salah satu unsur pendukung Prabowo-Sandi justru tidak bersikap tegas terkait adanya kegiatan dari Prabowo, beserta Sandiaga Uno yang turut serta mengucapkan hingga merayakan natal di tempat yang berbeda.

Jika HTI dan para ulama pendukung mereka itu konsisten, sudah seharusnya mereka mencabut dukungan terhadap Prabowo dan Sandi. Namun sekarang, sikap mereka justru menjadi lembek. 

Inilah bila kepentingan politik lebih tinggi dari akidah atau agama.

Demi Kemajuan PAN, Para Pendiri Minta Amien Rais Lengser

Demi Kemajuan PAN, Para Pendiri Minta Amien Rais Lengser


Para pendiri Partai Amanat Nasional (PAN) meminta Amien Rais untuk segera lengser dari jabatannya sebagai Ketua Dewan Kehormatan PAN. Permintaan itu demi kemajuan partai yang lebih baik. 

Salah satunya, Albert Hasibuan, tidak setuju dengan apa yang diungkapkan Amien Rais menyangkut pandangannya yang pesimistis terhadap negara ini. Dia pun mendesak melalui surat terbuka agar Ketua Dewan Kehormatan PAN itu mundur.

Tak hanya itu, Amien Rais juga cenderung eksklusif dan tidak menumbuhkan kerukunan bangsa dalam berbagai pernyataan dan sikap politiknya.

Albert Hasibuan menilai manuver yang dilakukan Amien Rais cenderung membelenggu PAN. Di antaranya cenderung membatasi PAN dengan bergerak dalam konsepsi batasannya.

Maka dengan berbagai pertimbangan untuk menyelamatkan PAN, desakan para pendiri PAN untuk meminta Amien Rais mundur ini diharapkan tidak memecah belah PAN, serta tetap bersatu dan fokus pada strategis menuju Pemilu mendatang.

Jika Amien Rais tak mau mundur, maka menunjukkan dirinya memang sangat ambisius dengan jabatan di dunia. Ia tak bersikap layaknya negarawan sama sekali.

Retorika Bahasa Kampanye yang Berbahaya dari Prabowo

Retorika Bahasa Kampanye yang Berbahaya dari Prabowo


Mendekati hari-H Pemilu, gaya kampanye tim nomor 02 ini kian konfrontatif. Awal pekan lalu, Prabowo sesumbar Indonesia bisa punah jika dia gagal terpilih menjadi presiden. 

Retorika semacam itu sungguh berbahaya. Menempatkan diri sebagai mesiah, dan kubu lawan sebagai sumber masalah, hanya bakal memperuncing potensi konflik antar-pendukung di lapangan. 

Kompetisi politik, yang seharusnya berlangsung beradab, dengan cepat bisa berubah menjadi beringas dan brutal. Karena itu tim kampanye Prabowo-Sandi sebaiknya menimbang ulang strategi dan gaya bahasa kandidatnya.

Di sisi lain, gaya kampanye Prabowo yang bermasalah karena memunculkan konstruksi realitas lain yang berpotensi membuat publik gamang. Dengan menebarkan hasil kajian bahwa Indonesia akan bubar pada 2030, padahal kajian yang dimaksud ada dalam sebuah novel fiksi belaka. 

Hal ini adalah disinformasi yang didesain untuk membentuk realitas alternatif tanpa fakta yang memadai. 

Kemudian, Prabowo yang menuding pers sebagai antek penghancur Indonesia harus diwaspadai sebagai upaya mendelegitimasi pers sebagai rujukan publik dalam mencari fakta yang kuat dan kredibel, sehingga pihak oposisi akan lebih mudah menebarkan retorika lainnya.

Gaya kampanye Prabowo ini mirip dengan Presiden Filipina Rodrigo Duterte, Presiden AS Donald Trump, dan Presiden Brasil Jair Bolsonaro, yang berdampak panjang meski pemilu telah berakhir, yaitu memecah belah publik dan mengguncang stabilitas politik.

Pasalnya, kampanye mereka selalu menggunakan narasi yang menebarkan ketakutan, kekhawatiran, dan selalu berbasis fitnah atau hoaks. 

Padahal, rakyat menginginkan kampanye yang bersih dari manipulasi dan disinformasi, guna mewujudkan demokrasi yang bersih dan terpercaya untuk Indonesia yang lebih baik.

Bila gaya kampanye Prabowo berubah maka akan berpotensi mengubah suasana kampanye menjadi lebih bernas dan berkualitas. Rakyat pun juga akan semakin lebih cerdas

Kita berharap kedua kandidat Pilpres harus berfokus menjelaskan kelebihan masing-masing jika mendapat mandat rakyat dan biarkan rakyat memilih sesuai hati nurani tanpa intervensi.

Kebijakan P3K Direalisasikan, Guru Honorer di Berbagai Daerah Senang dan Sambut Positif

Kebijakan P3K Direalisasikan, Guru Honorer di Berbagai Daerah Senang dan Sambut Positif 


Terbitnya Peraturan Pemerintah tentang pengangkatan pegawai honorer disambut positif oleh berbagai kalangan. Salah satunya oleh forum guru honorer di Kabupaten Jombang, Jawa Timur. 

Ketua Forum Honorer K2 Indonesia Kabupaten Jombang, Ipung Kurniawan, berharap, Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Managemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja ( PPPK) bisa mengakomodir kepentingan honorer. 

Terbitnya aturan pengangkatan pegawai honorer tersebut, menurut Ipung, menjadi angin segar bagi honorer, baik guru, tenaga kesehatan, maupun honorer lainnya yang bekerja di beberapa instansi pemerintah.

Adanya aturan tersebut memang berdampak pada semakin jelasnya status dan nasib honorer. Karena beberapa tahun terakhir, status honorer dianggap illegal yang berpengaruh terhadap kesejahteraannya.

Tak hanya di Jombang, kebijakan P3K terhadap tenaga honorer juga disambut positif oleh guru-guru di Kendari, Sulawesi Tenggara. 

Adanya P3K ini membuat hak mereka jadi sama dengan PNS. Padahal sebelumnya, mereka  hanya dibayar berdasarkan jumlah jam mengajar. 

Realisasinya, Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi yang mengeluarkan surat keputusan pengangkatan guru tetap bukan PNS bagi 3.750 guru honorer. 

Dengan dikeluarkannya SK tersebut, status guru honorer telah diakui oleh pemerintah provinsi, dengan gaji yang sudah dianggarkan dalam APBD setiap tahun.

Kebijakan P3K merupakan terobosan dari pemerintahan Presiden Jokowi untuk menyelesaikan masalah ketanagakerjaan di lingkungan aparatur sipil negara. Dengan adanya kebijakan ini, kejelasan status bisa diwujudkan, dan sistem merit bisa diterapkan.

Ucapkan Natal, Prabowo Tak Sejalan dengan Pendukungnya

Ucapkan Natal, Prabowo Tak Sejalan dengan Pendukungnya


Tak disangka, Capres nomor urut 02, Prabowo Subianto juga turut mengucapkan selamat Natal kepada warga yang merayakan.

Ucapan selamat Natal itu disampaikan Prabowo melalui video yang dibagikan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno, pada Selasa (25/12/2018).

Padahal, ucapan Prabowo ini bertentangan dengan sikap mayoritas pendukungnya yang berprinsip tidak mengucapkan selamat Natal. Menurut beberapa pendapat di Islam, hukum dari mengucapkan Selamat Natal adalah Haram. 

Inilah blunder Prabowo dan berpotensi bisa ditinggalkan oleh massa pengusung maupun pendukungnya. Apalagi Prabowo konon adalah capres pilihan ijtima' ulama. 

Masa pilihan ulama kok malah mengucapkan selamat Natal yang haram? Murtad dong?

Karena sikap yang tak konsisten dari Prabowo ini, sebaiknya kita mulai meninggalkannya saja. Sebab, dia sendiri tak bisa menjaga akidahnya. 

Ia juga sudah tak sejalan dengan para pendukungnya yang masih teguh memegang tauhid dan tidak mengotorinya dengan ucapan Selamat Natal. 

Kita perlu dukung capres yang benar-benar menjunjung komitmen pada akidah dan tauhid Islam. Bukan seperti Prabowo yang hanya menjual ulama untuk kepentingan politiknya saja.

Ucapan Natal itu menegaskan bahwa komitmen Prabowo terhadap Islam hanyalah tipu daya belaka.

Tuesday, 25 December 2018

Hoaks! Kostum Sinterklas Kiai Ma'ruf Amin

Hoaks! Kostum Sinterklas Kiai Ma'ruf Amin


Fitnah dan informasi hoaks kembali beredar di media sosial. Kali ini menimpa KH. Ma'ruf Amin, yang sedang mencalonkan diri sebagai Calon Wakil Presiden RI. 

Di beberapa kanal disebarkan video pendek yang memperlihatkan seorang Kiai Ma'ruf sedang mengenakan pakaian Sinterklas mengucapkan Selamat Natal untuk umat Kristiani. Video pendek ini adalah hoaks. 

Padahal, dalam video aslinya, Ketua Umum MUI itu hanyalah berisi ucapan Selamat Natal dan Tahun Baru saja. Dalam mengucapkan itu, Kiai Ma'ruf mengenakan pakaian sebagaimana biasanya. Memakai peci dan sorban. 

Pakaian sinterklas adalah hasil editan dari pihak-pihak tak bertanggung jawab untuk mengesankan Kiai Ma'ruf telah menyimpang dari akidah dan murtad. Singkatnya, video itu untuk memperkeruh suasana dan melempar opini negatif terhadap MA sebagai seorang ulama.

Oleh karena itu, masyarakat sebaiknya jangan terprovokasi terhadap adanya peredaran video tersebut. Jangan sampai percaya atas informasi hoaks.

Soeharto Mengobral Kekayaan Alam Indonesia, Jokowi Merebutnya Kembali

Soeharto Mengobral Kekayaan Alam Indonesia, Jokowi Merebutnya Kembali 


Akhir tahun 2018 menjadi tonggak sejarah bagi Republik Indonesia. Setelah lebih dari 50 tahun tambang emas terbesar di negara itu dikuasai asing, sekarang berhasil diakuisisi kembali oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo. 

Sejarah Freeport memang tak lepas dari Soeharto dan Orde Baru. Rezim otoriter dan korup yang berkuasa selama 32 tahun inilah yang membuka pintu lebar-lebar masuknya investasi asing ke Indonesia.

Tambang Grasberg yang mengandung bijh emas, tembaga dan mineral itu ditemukan sebelum era kemerdekaan. Namun, di era Soekarno keinginan investasi Amerika Serikat selalu menemui kebuntuan.  

Alhasil, Presiden RI pertama itu digulingkan dan kekuasaan berganti kepada Soeharto. Di era Presiden Soeharto inilah investasi asing menempati kedudukan terhormat.  

Buktinya, produk Undang-Undang pertama yang dikeluarkan oleh Presiden Soeharto adalah UU Penanaman Modal Asing (PMA). Peraturan inilah yang menjadi alas dasar masuknya investasi asing di Indonesia. 

Setelah menjabat Presiden RI, Soeharto langsung 'mengobral' tambang di Indonesia. Kontrak karya Freeport ditandatangani pada 7 April 1967, atau hanya sekitar tiga pekan setelah Soeharto dilantik sebagai pejabat presiden. 

Sejak masa itulah, tambang Grasberg yang merupakan salah satu tambang emas terbesar di dunia dikuasai oleh Freeport. Sejak itu pula, eksploitasi asing atas SDA di Indonesia dimulai. 

Padahal, kandungan emas di tambang itu besar sekali. Hingga saat ini, Freeport sudah menambang lebih dari 1.000 ton emas. 

Tak hanya itu, masih ada kandungan tembaga, perak dan mineral lainnya. Nilai kekayaan yang terkandung dari Grasberg sekitar Rp. 2.400 triliun. Jumlah ini melebihi APBN dan bisa menalangi APBN Indonesia dalam setahun. 

Setelah 51 tahun dikuasai Freeport, pemerintahan Presiden Jokowi bertekad untuk mengambil alih pengelolaan blok tambang tersebut. Akuisisi 51% saham Freeport adalah cara agar tetap menguasai tambang tersebut tanpa harus kehilangan teknologi, SDM dan infrastruktur milik Freeport ssebelumnya. 

Karena bila hanya diusir saja, maka pemerintah Indonesia hanya akan mendapatkan tanahnya saja. Hal ini akan mendatangkan kesulitan untuk 'install' ulang teknologi tinggi penambangan yang berbiaya tinggi. 

Dengan akuisisi saham, maka Freeport akan tetap menambang di Grasberg, tetapi pengendali utamanya adalah pemerintah melalui perusahaan tambang negara, PT. Inalum. 

Inilah cara cerdas pemerintahan Presiden Jokowi menguasai SDA dan kekayaaan alam tanpa membuat kegaduhan politik. Inilah prestasi yang patut dibanggakan.

Jadi, bila disingkat narasi ini adalah sebuah cerita berkebalikan antara Soeharto dan Jokowi. Bila Soeharto mengobral tambang, Jokowi merebutnya kembali. 

Lantas, sekarang anak keturunan Soeharto dan menantunya (baca: Prabowo Subianto) mencalonkan diri menjadi Presiden RI kembali. Maukah SDA Indonesia diobral kembali?

Saturday, 22 December 2018

Agenda Akhir Pekan Presiden Jokowi di Makasar Sulawesi Selatan, dari Makan Siang hingga Silaturahim Relawan

Jokowi di Makassar


Akhir pekan ini, Presiden Joko Widodo dijadwalkan melakukan serangkaian kegiatan kenegaraan dan kampanye di Makasar, Sulawesi Selatan. Bersama dengan TKD dan sejumlah menteri, beberapa kegiatan itu terlihat berjalan sukses. 

Presiden Joko Widodo dikabarkan makan siang di kediaman pribadi Wakil Presiden Jusuf Kalla, Sabtu (22/12). Hal dilakukan di tengah-tengah keduanya sedang melaksanakan kunjungan kerja dan sejumlah agenda Pilpres di Makassar.

Kedatangan Presiden ke kediaman pribadi Wapres tersebut merupakan yang pertama kalinya sejak keduanya menjabat sebagai kepala negara.

Turut hadir dalam makan siang tersebut antara lain Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi - Ma'ruf Amin Erick Thohir, dan Teten Masduki.

Presiden dan Wapres berada di Makassar dalam rangka melakukan kunjungan kerja sekaligus berkampanye untuk pemenangan pasangan Jokowi -Ma'ruf Amin.

Pada momen tersebut, Presiden Jokowi juga sempat memuji sajian beberapa makanan khas Sulawesi yang disiapkan dan dimasak sendiri oleh Ibu Mufidah JK untuk menjamu Presiden Jokowi beserta ibu.

Selain itu, TKD Jokowi-Ma’ruf beserta sejumlah relawan di Kota Makassar menggelar acara silaturahmi bersama Presiden Jokowi dengan didampingi Ketua TKN Erick Thohir, dan Wakil Ketua TKN Abdul Kadir Karding, serta dihadiri 15 tokoh masyarakat termasuk Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah.

Banyaknya massa yang hadir dalam acara tersebut karena tiga alasan, yaitu rasa cinta kepada Jokowi, kecerdasan, dan rasa takut pemimpin kedepan tidak cinta rakyat. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Ketua Panitia, Danny Pomanto.

Salah satu kecerdasan masyarakat Makassar adalah tidak percaya hoax, berita fitnah dan segala bentuk kebohongan, serta meyakini bahwa Presiden Jokowi sudah banyak melakukan kebaikan untuk negeri termasuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dalam kesempatan itu, Presiden Jokowi juga mengingatkan masyarakat untuk menyampaikan kebenaran atas fitnah-fitnah yang disebarkan kubu lawan.

Sebagaimana diketahui, Sulawesi Selatan adalah salah satu basis pemenangan Jokowi paling kuat. Pada Pilpres 2014 lalu, Jokowi mendapatkan 70% dukungan dari masyarakat Sulsel. 

Tahun depan, tim sukses Jokowi-Ma'ruf Amin meyakini perolehan suara akan lebih dari 70% pada Pilpres 2019. Mari bersama kita wujudkan target ini.

Deklarasi Dukungan Relawan Gema Sulut, targetkan 80 Persen Suara Jokowi-Ma'ruf di Sulawesi Utara

Gema Sulawesi Utara


Dukungan masyarakat dari berbagai daerah terus mengalir kepada pasangan capres-cawapres nomor urut 01, Joko Widodo dan KH. Ma'ruf Amin. Kali ini dukungan datang dari relawan Gerakan Ma’ruf Amin (Gema) Sulawesi Utara (Sulut).

Beberapa waktu lalu, Kiai Ma'ruf menerima perwakilan Gema Sulut di kediamannya Jalan Situbondo No 12, Menteng, Jakarta Pusat.

Dalam kesempatan itu, Ketua Gema Sulut, Herson Mayulu menyatakan, gerakan ini dibentuk untuk memenangkan Jokowi-Ma’ruf Amin di Pilpres 2019, khususnya di wilayah Sulut.

Lebih jauh, kata Herson, pihaknya sudah bekerjasama dengan Tim Kampanye Daerah (TKD) Jokowi-Ma’ruf. Karena itu, pihaknya optimis pasangan calon nomor urut 01 itu meraih suara 80 persen di Sulut.

Dengan adanya dukungan relawan tersebut, kerja pemenangan Jokowi-Ma'ruf di Sulut banyak terbantu. Kita bisa optimis wilayah Sulut akan menjadi salah satu basis pemenangan kandidat petahana tersebut.

Semoga dengan makin bertambahnya dukungan dari beragam kalangan, cita-cita kita untuk mewujudkan Indonesia yang berSATU dan MAJU bisa mudah terwujud. Kemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin adalah kepentingan bersama bagi rakyat Indonesia.

Berani Gebrak Meja di Hadapan Ulama, Prabowo Dinilai Tak Islami

Prabowo Gebrak Meja!!


Sikap tidak beradab  telah dipraktikkan oleh Prabowo Subianto di hadapan ulama. Hal ini sebagaimana tulisan Ketua Umum Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) Usamah Hisyam yang mengungkap kemarahan calon presiden nomor urut 02 itu di depan para ulama Persaudaraan Alumni (PA) 212.

Momen itu terjadi sepekan sebelum Ijtima' Ulama digelar. Kala itu Dewan Penasihat Alumni 212 menggelar forum di Hotel Sultan, Jakarta.

Pertemuan itu digelar untuk menentukan calon presiden yang layak didukung dan kemudian akan disampaikan pada forum Ijtima Ulama. Ketika Prabowo diberikan kesempatan berbicara, ternyata sambutannya justru di luar dugaan.

Prabowo berbicara kencang, dengan nada suara tinggi. Dia memprotes pihak yang meragukan kualitas keislamannya, termasuk ibadah dan kemampuannya mengaji serta menjadi imam salat.

Yang sangat mengejutkan, Prabowo berbicara sambil meninju keras meja rapat di depannya, sampai lima kali tinju, sehingga para ulama dan tokoh-tokoh yang hadir terperangah. Suasana menjadi tegang.

Apa yang dilakukan oleh Prabowo itu telah merugikan para ulama yang merekomendasikan dirinya sebagai calon presiden di pilpres 2019 melalui forum Ijitimak Ulama.

Mengapa para ulama itu rugi? Karena telah memilih orang yang terbukti tidak memiliki sifat yang Islami dan tidak bijaksana, serta berani menggebrak-gebrak meja di depan ulama. Kritik itu sebagaimana disampaikan oleh Juru Kampanye Nasional pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Eva Kusuma Sundari.

Politikus PDIP itu turut menyesalkan bahwa para ulama yang tergabung dalam Ijtimak Ulama kala itu belum mampu memilih pemimpin yang ideal bagi kelompoknya sendiri. Pasalnya, tingkah laku Prabowo sendiri masih diragukan baik dari rekam jejak kepemimpinan dan faktor psikologisnya selama ini.

Dengan begitu terlihat bahwa ijtima' ulama 212 tidak memilih kandidat dengan detail. Mereka tidak memeriksa sampai ke faktor psikologis, faktor karakter, dan faktor track record. Namun, hanya karena gara-gara dia melawan Jokowi kemudian didukung.

Eva lantas memberikan ilustrasi bahwa seorang pemimpin atau calon presiden harus memiliki karakter yang bijaksana dan mengayomi setiap masyarakat, terlebih lagi bagi seorang ulama.

Ia mencontohkan sosok Jokowi yang memiliki sifat santun dan mengayomi segenap masyarakat, tak peduli latar belakangnya. Inilah yang lebih islami dari pilihan ulama ijtima ulama PA 212.

Fadli Zon Terbukti telah Menghina Akal Sehat Rakyat terkait Isu Kriminalisasi Ulama

Kasus Bahar


Beberapa waktu lalu, Fadli Zon di akun twitter pribadinya menuding penahanan Habib Bahar merupakan bukti adanya kriminalisasi ulama dan diskriminasi hukum di Indonesia. Terkait ini, kita patut tersinggung soalnya ia telah menghina akal sehat kita. 

Isu kriminalisasi ulama yang dilontarkan oleh Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu merupakan bentuk fitnah yang keji kepada pemerintahan Presiden Joko Widodo. 

Pasalnya, alasan polisi menahan Bahar bin Smith sudah terang benderang. Ia ditahan setelah ditetaapkan tersangka karena adanya bukti kuat terkait aksi penganiayaan terhadap remaja.

Seperti diketahui, Presiden Jokowi tak pernah melakukan intervensi proses hukum siapapun, termasuk kepada Habib Bahar yang berprofesi sebagai penceramah. Hukum berjalan sesuai dengan mekanismenya sendiri. 

Karena itu, bila kita mendengar tuduhan sesat seperti disampaikan Fadli Zon, maka kita patut tersinggung. Ia  telah mengkriminalisasi akal sehat rakyat dengan menjungkirbalikkan logika hanya karena ingin memenangkan Prabowo.

Itulah kualitas Wakil Ketua DPR RI dari Gerindra. Bagian dari oposisi yang tak kredibel. Fadli Zon bukanlah sosok yang patut diikuti, apalagi diteladani.

Pelaporan dan Rekam Jejak Penuh Marah Haikal Hassan di Media Sosial

Foto: Haikal Hassan,doc


Penceramah Haikal Hassan Baras dilaporkan ke polisi oleh perwakilan Forum Alawiyin, Husin Sihab, atas dugaan ujaran kebencian dan SARA. Laporan ini berkaitan dengan kicauan Haikal dalam akun Twitter pribadinya pada 15 Februari 2013. 

Karena 'cuitan' Haikal Hassan itu menyebabkan para habaib tersinggung. Haikal Hasan juga dianggap dapat memprovokasi antara habaib dengan habaib.


Kicauan Haikal terkait asal usul gelar habib tersebut dianggap provokatif. Husin mengaku baru melaporkan kicauan ini ke polisi karena unggahan itu kembali viral pada 19 Mei 2018.

Tak hanya sekali ini saja Haikal Hassan membuat gaduh. Sebelumnya dia juga pernah dikecam karena asal bunyi dalam mengartikan ayat Alquran sebagai referensi ceramahnya dan menyebabkan kesalahan parah. 

Karena kesalahan tersebut, Haikal seolah dengan yakin menyatakan Allah SAW membenarkan seorang umat Islam berkata keras dan kasar untuk menyakiti hati seseorang.

Betapa tidak, petikan video Hassan Haikal, yang entah dia sengaja atau tidak, telah mengubah kata "SADIDAN' yang berarti "BENAR" menjadi "SYADIDAN" yang berarti "KERAS/KASAR".

Kemudian kata "balighaa" dalam Surat an-Nisa [4]:63 dia artikan dengan diksi yang kasar yaitu "menusuk hati", padahal kata "baligha" disitu lebih tepat diartikan "menyentuh sanubari", atau "membekas dalam jiwa."

Naifnya lagi dia mengatakan "wa qul lahum qaulan baligha", padahal yang benar "wa qul lahum FI ANFUSIHIM qaulan baligha (dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka)."

Memprihatinkan, memang, Islam di tangan seorang Haikal Hassan menjadi terlihat beringas. Itulah bila seorang tak kredibel menjadi ulama, harus menyampaikan ceramah. Akhirnya provokatif dan suka menyebarkan kemarahan.