Kerja Keras Polisi Berhasil, 6 Tersangka Perencana Pembunuhan Jenderal Diamankan
Keenam pelaku, yakni, HK, AZ, IR, TJ, AD, semuanya laki-laki dan terakhir AF seorang perempuan.
Hasil penyidikan, mereka berniat membunuh tokoh nasional dan pimpinan lembaga survei. Mereka berbeda dengan kelompok penyusup lainnya.
Dari penelusuran pihak Kepolisian, untuk membeli senpi ilegal para tersangka menghabiskan dana Rp 150 juta. Ternyata ini dikonversikan dari dolar Singapura.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Karopenmas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo menjelaskan, enam tersangka ada aktor intelektualnya yang mendesain. Kemudian ada pendananya juga yang memberikan dana dalam bentuk dolar Singapura.
Dari keenam tersangka itu ada aktor intelektualnya yang mendesain semua itu. Orang itulah yang mendanai rencana penembakan. Semua dana dalam bentuk cash dollar Singapura.
Untuk jatah pimpinan kerusuhan 22 Mei mendapat uang sebesar Rp 150 juta, pembunuh bayaran atau eksekutor Rp 55 juta, dan pemasok senjata api (senpi) Rp 50 juta.
Adapun senpi yang beredar di tengah kerusuhan 22 Mei sengaja digunakan untuk membuat kekaucauan dan mencari martir agar ketika jatuh korban, aparat kepolisian yang disalahkan.
Polisi menegaskan dana tersebut bukanlah honor mereka. Setelah melakukan eksekusi pembunuhan baru akan diberikan honornya, yang kini masih didalami berapa nilai upahnya jika berhasil mengesekusi.
Dengan demikian, mereka direkrut untuk tujuan pembunuhan sejumlah jenderal dan pemimpin lembaga survei.
Polisi mengakui bahwa pemberi dana ini adalah papan atas, lantaran bisa memberikan dana dalam bentuk dolar Singapura. Di bawah pemberi dana ada otak intelektualnya, dan koordinator lapangan. Koordinator lapangan dia mencari senjata, mencari eksekutor, dia memetakan dimana tempat eksekusinya.
Kita bersykur pihak kepolisian segera bertindak cepat sehingga menangkap para pelaku. Seandainya itu terlambat, entah akan seperti apa negeri kita ini. Terus dukung kepolisian untuk menguak kasus ini, hingga bisa menangkap otak intelektual dan para pendananya.
No comments:
Post a Comment