Friday, 14 June 2019

Konyol, Poin Gugatan Prabowo-Sandi untuk Mengganti Komisioner KPU Ternyata Salah Alamat

Konyol, Poin Gugatan Prabowo-Sandi untuk Mengganti Komisioner KPU Ternyata Salah Alamat


Pasangan capres dan cawapres Prabowo-Sandi akhirnya melayangkan dokumen perbaikan gugatan PHPU ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam dokumen tersebut tercantum 15 petitum dari sebelumnya hanya tujuh petitum.

Salah satu poin dalam petitum adalah Prabowo-Sandi meminta lembaga berwenang untuk mencopot seluruh komisioner KPU.

Poin gugatan Prabowo itu sepertinya salah alamat. Pasanya, persoalan etik penyelenggara pemilu menjadi wewenang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Masalah itu bukanlah menjadi 'domain' dari MK. Lembaga peradilan itu hanya berwenang untuk menangani sengketa hasil pemilu.

Hal ini juga menjadi pandangan dari Ketua KPU Arief Budiman. Ia mengingatkan juga bahwa petitum yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran etika penyelenggara pemilu itu ranah DKPP.

Dengan begitu, sebenarnya memperlihatkan bahwa kubu Prabowo-Sandi tidak paham dengan gugatannya sendiri. Mereka juga terlihat tidak tahu mekanisme ketatanegaraan yang benar.

Tidak heran jika mereka menggunakan gaya jalanan untuk memprotes sesuatu yang tidak menguntungkan bagi pihaknya.

Kita sebagai publik yang waras harus terus mengkritisi penyesatan narasi seperti yang dilakukan oleh Prabowo-Sandi di atas. Setiap wacana yang diungkapkan ke publik harus dilihat dan ditimbang dengan matang.

Hal ini merupakan bagian dari mendorong wacana yang sehat di masyarakat. Juga agar tidak terjadi putusan yang salah di MK.

Benarkah Kiai Maruf Melanggar Aturan dalam Pencalonan Cawapres? Simak Penjelasan Ini

Benarkah Kiai Maruf Melanggar Aturan dalam Pencalonan Cawapres? Simak Penjelasan Ini


Ada yang aneh dengan perbaikan permohonan Prabowo-Sandi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pasalnya, mereka kini mempermasalahkan pencalonan cawapres KH. Maruf Amin.

Salah satu poin perbaikan yang diajukan oleh koalisi 02 tersebut, yakni mengenai jabatan KH Ma'ruf Amin di dua BUMN. Dalam jabatannya tersebut, Kiai Maruf memang masih tercatat sebagai Dewan Pengawas Syariah di BNI Syariah dan Bank Mandiri Syariah.

Menurut mereka, kenyataan tersebut melanggar pasal 227 huruf (P) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

Sebelum menanggapi itu, kita sebaiknya membaca terlebih dahulu UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, serta dikaitkan pasal 227 huruf P UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Tanpa kita kaji dengan mendalam, kita akan mudah digiring dalam narasi sesat.

Berdasarkan UU BUMN, perusahaan disebut plat merah apabila ada penyertaan modal dari negara secara langsung dan dipisahkan kekayaannya. Hal ini tercantum dalam pasal 1 UU BUMN.

Sedangkan, Bank Syariah Mandiri (BSM) dan BNI Syariah itu modalnya tak dimiliki oleh negara. Melainkan dimiliki oleh perusahaan BUMN.

Perlu diketahui, pemegang saham BSM adalah PT. Bank Mandiri dan PT. Mandiri Sekuritas. Sedangkan BNI Syariah yang menjadi pemegang sahamnya adalah PT. Bank BNI dan PT. BNI Life Insurance

Dengan demikian, kedua perusahaan tersebutl bukanlah BUMN, sebagaimana yang didefinisikan dalam Pasal 1 angka 1 UU BUMN.

Sedangkan dalam pasal 227 huruf P UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, mengharuskan seorang calon presiden atau wakil presiden membuat surat pernyataan pengunduran diri jika dirinya adalah karyawan atau pejabat dari badan usaha milik negara (BUMN) atau badan usaha milik daerah (BUMD).

Dari membandingkan dua pasal itu saja, kita harusnya bisa paham bahwa Kiai Maruf Amin tidak sedang menjabat di perusahaan BUMN. Melainkan menjadi Dewan Pengawas Syariah di anak perusahaan BUMN. Kedua hal ini tidak sama.

Ini berbeda kalau Kiai Maruf Amin menjadi Direksi, Komisaris atau karyawan Bank Mandiri atau Bank BNI, dimana negara menjadi pemegang saham melalui penyertaan langsung dengan menempatkan modal disetor yang dipisahkan dari kekayaan negara. Maka di situ Ketua Umum MUI (non-aktif) itu bisa dikatakan melanggar hukum.

Apalagi, jabatan Dewan Pengawas Syariah pada bank Syariah itu bukan karyawan, atau direksi, juga komisaris yang merupakan pejabat badan usaha berbentuk perseroan terbatas. Ia adalah lembaga independen internal yang dibentuk untuk mengawasi jalannya perusahaan tersebut dari sisi aturan syariah.

Jadi apa yang didalilkan sebagai tambahan materi baru tentang Kiai Ma'ruf Amin oleh Tim Kuasa Hukum Paslon 02 itu adalah hal yang mengada-ada dan tidak didasarkan pada pemahaman yang benar atas isi aturan UU terkait.

Masyarakat sebaiknya perlu memahami ini agar tidak rancu dan salah persepsi mengenai dalil gugatan hukum Prabowo-Sandi tersebut.

Cara Cuci Tangan Prabowo dkk, Bilang Jangan ke MK tapi FPI Tetap Demo ke MK

Cara Cuci Tangan Prabowo dkk, Bilang Jangan ke MK tapi FPI Tetap Demo ke MK


Meski telah menyerukan kepada para pendukungnya untuk tidak datang ke Mahkamah Konstitusi (MK), bukatinya Front Pembela Islam (FPI) tak mengindahkannya.

Pasalnya, FPI Kota Bandung tetap akan mengirimkan ratusan anggotanya ke Jakarta untuk mengawal proses sidang PHPU Pilpres 2019. Hal ini telah dibenarkan oleh Sekretaris FPI Kota Bandung Ahmad Kurniawan.

Ia mengatakan anggotanya yang dikirim ke MK untuk mengawal sidang PHPU Pilpres 2019 ini mencapai 500 orang.

Hal ini tentu mengundang pertanyaan besar. Mengapa FPI tetap mengirimkan pasukannya ke Jakarta, sedangkan Prabowo sudah mengingatkan pendukungnya agar tidak datang ke MK? Apakah sudah pecah kongsi diantara mereka? Atau ini hanya taktik belaka?

Bila dilihat dari rekam jejaknya selama ini, kemungkinan besar apa yang diungkapkan oleh Prabowo soal larangan pendukungnya agar tidak datang ke MK itu hanyalah lip service saja. Itu hanya manis di mulut, tetapi tidak dijalankan dengan serius.

Justru itu adalah taktik agar dirinya seolah-olah tetap bersih, tetapi operasi untuk membuat kericuhan tetap dilakukan. Di balik larangannya tersebut, ada kemungkinan Prabowo justru menggerakan massa FPI tersebut.

Dengan cara seperti ini, Prabowo-Sandi dan BPN-nya akan dengan mudah cuci tangan atas apa yang akan terjadi ketika FPI ke MK. Terutama ketika terjadi kerusuhan atau kericuhan lain, nama mereka tetap aman.

Memang agak aneh kehadiran FPI dalam sidang di MK tersebut. Pasalnya, dalam sistem ketatanegaraan ini, FPI bukan siapa-siapa di negeri ini, hanya ormas saja, tidak kurang dan tidak lebih.

Mau berteriak sekeras-kerasnya tidak akan ada gunanya karena FPI tidak punya legal standing di sana. Lalu apa gunanya mereka ada di MK sementara Prabowo sendiri sudah menginstruksikan pendukungnya untuk datang ke MK? Ini membuktikan kemungkinan adanya agenda pribadi dan tersembunyi.

Jika memang Prabowo bukan sedang mau cuci tangan, maka perintahkan saja dengan keras kepada pendukungnya dari FPI untuk mundur. Atau, ancam saja ormas pimpinan Rizieq Shihab itu dengan dukungan kepada pemerintah agar tidak memberikan izin ormas kepada mereka.

Tapi, sayangnya itu tak mungkin dilakukan oleh Prabowo. Diam-diam dia memang menikmati keberadaan ormas yang suka melakukan kekerasan ini. Salah satunya sebagai martir kerusuhan, dan atau pasukan nasi bungkus untuk demontrasi demi kepentingannya.

Ada yang bisa membantahnya?

Tudingan Prabowo-Sandi soal Penggelembungan Suara hingga 22 Juta Sungguh Tak Masuk Akal

Tudingan Prabowo-Sandi soal Penggelembungan Suara hingga 22 Juta Sungguh Tak Masuk Akal


Tudingan kubu Prabowo-Sandi kepada lawannya sungguh tak berdasar. Pasalnya, mereka menyebut pasangan Jokowi-Maruf Amin itu telah menggelembungkan suara hingga 22 juta suara.

Entah dari mana datanya, namun tuduhan tersebut dimasukkan dalam gugatan Prabowo-Sandi dalam sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).

Dengan dalih penggelembungan suara itulah Jokowi-Maruf Amin akhirnya bisa menang, dan Prabowo menganggap, bila tidak ada penggelembungan suara, dialah yang menang Pilpres 2019.

Prabowo-Sandiaga tidak membantah perolehan suara miliknya yang diumumkan KPU, yaitu 68.650.239 suara. Namun paslon nomor urut 02 itu keberatan atas keputusan KPU yang menyebut Jokowi-Ma'ruf Amin mendapatkan 85.607.362 suara.

Versi Prabowo-Sandiaga, semestinya Jokowi-Ma'ruf hanya memperoleh 63.575.169 suara. Jadi KPU dinilai telah menggelembungkan suara Jokowi-Ma'ruf sebanyak 22.034.193 suara.

Terkait itu, Komisioner KPU, Wahyu Setiawan menyebut bahwa tuduhan penggelembungan suara sebanyak 22 juta itu sungguh tidak dapat diterima.

Menurutnya, tudingan itu sungguh tidak berdasar, sebab angka tersebut tidak diketahui darimana asalnya sementara selisih keduangan sebanyak 16 jutaan.

Secara normal, untuk membuktikan adanya indikasi kecurangan terhadap 16 jutaan suara tersebut tentu tidak mudah. Mereka harus mengumpulkan bukti dan saksi dari ribuan TPS yang jelas membutuhkan waktu, tenaga, dan biaya tambahan.

Oleh karena itu, KPU dengan tegas telah menepis tuduhan tersebut dan memastikan telah menyelenggarakan Pemilu 2019 berpedoman pada prinsip transparansi, adil dan independen.

Bagi publik Indonesia sendiri, poin gugatan dari Prabowo-Sandi di atas juga tak masuk akal. Kita tak pernah tahu dari mana asal klaim penggelembungan suara tersebut.

Kita berharap para hakim MK dapat bekerja dengan teliti, adil dan transparan. Sehingga putusannya pun bisa mencerminkan kebenaran sejati sesuai hati nurani.

Ungkap Dalang Kerusuhan 21-22 Mei, KontraS Percaya Laporan Tempo Bisa Dipertanggungjawabkan

Ungkap Dalang Kerusuhan 21-22 Mei, KontraS Percaya Laporan Tempo Bisa Dipertanggungjawabkan


Baru-baru ini, publik Indonesia digegerkan dengan laporan investigasi Majalah Tempo yang membongkar seputar kerusuhan 21-22 Mei. Hal ini mendapatkan apresiasi dari banyak pihak, salah satunya dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).

Lembaga Swadaya Masyarakat di bidang HAM tersebut percaya bahwa liputan investigasi yang berjudul "Tim Mawar dan Rusuh Sarinah" itu dapat dipertanggungjawabkan.

Untuk itu, KontraS meminta polisi segera menindaklanjuti temuan Tempo tersebut. Sehingga tidak mencoreng nama lain yang pernah menjadi anggota Tim Mawar Kopassus pada 1997.

Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Wakil Koordinator KontraS Bidang Strategi dan Mobilisasi, Ferry Kusuma, pada Rabu (12/6) lalu.

Sebagaimana diketahui, Fauka Noor Farid diduga sebagai salah satu dalang kerusuhan dalam unjuk rasa yang berakhir rusuh pada 21-22 Mei lalu. Ia adalah bekas anggota Tim Mawar (grup Kopassus yang terlibat penculikan aktivis pada 1997-1998 lalu).

Fauka Noor sendiri merupakan Ketua Bidang Pendayagunaan Aparatur Partai Gerindra. Namanya disebut-sebut dalam laporan Tempo di atas sebagai salah satu aktor yang menggerakan kerusuhan.

Meskipun, dalam wawancaranya dengan Majalah Tempo, Fauka menampik kabar tersebut dan menyebut bahwa Tim Mawar selalu dikaitkan dengan kerusuhan.

Untuk membuktikan kebenarannya, kita berharap polisi segera menindak lanjuti laporan Tempo tersebut. Mari kita bongkar, apakah anggota Gerindra dan bekas Tim Mawar itu terlibat atau tidak.

Thursday, 13 June 2019

Tidak Konsisten, Angka Klaim Kemenangan Prabowo-Sandi Terus Berubah

Tidak Konsisten, Angka Klaim Kemenangan Prabowo-Sandi Terus Berubah


Meski mengaku menang pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, banyak data yang tidak konsisten dari pasangan capres-cawapres, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.

Angka kemenangan yang diklaim mereka selalu berubah-ubah sejak 17 April lalu.

Awalnya, kubu Prabowo-Sandi itu mengklaim menang 62 persen, kemudian berubah menjadi 56 persen dan sekarang tinggal 52 persen. Ini menunjukan ketidakkonsistenan dari klaim kemenangan Prabowo-Sandi.

Angka yang berubah-ubah itu juga menunjukan bahwa tuntutan mereka jauh panggang dari api. Lakon mereka pun lebih mirip kisah dalam fiksi.

Klaim yang berubah-ubah itu tentu saja juga membuat kepercayaan publik semakin menipis kepada koalisi 02 tersebut.

Bagaimana publik akan percaya bila klaim kemenangan mereka selalu berubah seperti itu? Apakah mereka tak memiliki data yang valid? Inilah pertanyaan besar publik Indonesia.

Adapun angka kemenangan 52 persen itu dinyatakan oleh Prabowo-Sandi dalan berkas gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun angka itu pun juga tak wajar.

Mereka hanya mengajukan klaim, tanpa disertai bukti yang kuat. Alhasil data internal Prabowo-Sandi itu patut diragukan.

Pasalnya, selain tak pernah membuka tempat dan perhitungan internal mereka secara resmi, kubu Prabowo-Sandi juga mengajukan data yang tak sinkron. Itupun sudah sejak dari pernyataan internal mereka.

Dengan demikian, kita belum bisa menerima data yang valid dari Prabowo-Sandi. Mereka hanya menjual klaim kemenangan, tanpa data dan fakta.

Masih kah kita percaya dengan mereka?

Friday, 7 June 2019

Ke-Geer-an, Partai Gerindra Mengaku Ditawari Kursi Jokowi

Ke-Geer-an, Partai Gerindra Mengaku Ditawari Kursi Jokowi


Ada-ada saja kelakuan Partai Gerindra ini. Saat para elit politik sibuk rekonsiliasi dan silaturahim pasca Pilpres, mereka justru ke-geer-an dengan tawaran kursi menteri dari Presiden terpilih, Joko Widodo.

Hal ini sebagaimana disampaikan oleh anggota Badan Komunikasi Partai Gerindra, Andre Rosiade. Ia menyebut bukan lagi rahasia soal tawaran kursi menteri dari Joko Widodo kepada Partai Gerindra.

Apalagi, Gerindra adalah salah satu partai yang perolehan suaranya cukup menjanjikan di parlemen jika dibandingkan dengan partai lain. Maka tak heran Jokowi berusaha mempererat hubungan dengan partai pimpinan Prabowo Subianto ini.

Lucunya, sikap terlalu percaya tinggi itu justru membuat kubu Jokowi-Maruf Amin terheran-heran. Pasalnya, mereka saja belum pernah bertemu dengan Gerindra, kok tiba-tiba mengaku mendapatkan tawaran kursi.

Bagi Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar Ace Hasan Sadzily, sikap Gerindra itu terlalu gede rasa (GR). Maklum mereka itu kelompok yang kalah, tetapi halusinasi sebagai pemenang.

Alih-alih mengklaim sudah ditawari jatah kursi menteri, Ace justru menasehati Gerindra agar sowan atau bersilaturahmi kepada Jokowi yang saat ini masih menjabat sebagai presiden.

Untuk Gerindra, lebih baik silaturahmi saja dulu seperti yang dilakukan AHY dan Zulkifli Hasan supaya suasana menjadi adem dan penuh dengan kesejukan di momen  lebaran ini.

Kita sendiri kadang kasihan dengan kelakuan elit partai Gerindra itu. Selain halusinasi, mereka kerap bertindak jauh dari nalar yang sehat.

Baiknya Partai Gerindra jangan terlalu percaya diri dengan mengklaim ditawari kursi menteri. Masih banyak orang-orang yang lebih pantas, berkompeten, dan lebih baik dari orang-orang di Partai Gerindra itu.

Lucu aja sih. Setelah kalah, sekarang mau enaknya aja. Jangan ngarep deh!

Mudik Lancar, Fadli Zon Meradang

Mudik Lancar, Fadli Zon Meradang


Ada banyak cara bagi pihak oposisi untuk mendiskreditkan pemerintah. Namun itu kerap dilakukan dengan cara yang tidak masuk akal. Salah satunya oleh Wakil Ketua Partai Gerindra Fadli Zon.

Misalnya, saat arus mudik tahun ini lancar, dia tak mau mengapresiasinya sebagai hasil kerja pemerintah. Sebaliknya, dia malah mencurigai itu karena warga enggan mudik yang diakibatkan oleh mahalnya tarif tol dan tiket pesawat.

Sehingga, menurutnya, minimnya kemacetan lalu lintas selama arus mudik tahun ini sudah sewajarnya terjadi. Hal ini sebagaimana disampaikan Fadli usai menghadiri open house di Rumah Dinas Ketua DPR RI, Jl Widya Chandra III, Jakarta Selatan, Rabu (5/6

Bila diamati, kritikan dari Fadli Zon ini sungguh tak masuk akal. Pasalnya, lancarnya mudik tahun ini justru disebabkan oleh warga menggunakan jalan tol.

Dengan adanya jalan tol yang tersambung dari Jakarta-Probolinggo dan lintas Sumatera, mudik via jalur darat jauh lebih cepat. Ini membuat mobilisasi masyarakat semakin mudah dan efisien.

Jadi, bisa disimpulkan kritik dari Fadli Zon ini tak masuk akal.

Fadli Zon seperti tidak rela pemerintah mendapatkan kesan yang positif dari masyarakat, sehingga ia berusaha mendegradasi prestasi pemerintah yang mendapatkan apresiasi luas dari pengguna sarana transportasi terkait kelancaran mudik lebaran.

Salah satunya dengan menyebut bahwa kelancaran mudik tahun ini bukanlah sesuatu yang harus dilebih-lebihkan karena itu memang tugas pemerintah memberikan kemudahan dan fasilitas kepada masyarakat pembayar pajak.

Hal itu wajar saja, sebab sebagaimana kita tahu, Fadli Zon memang selalu nyinyir terhadap keberhasilan pemerintah. Mungkin dalam hatinya penuh iri dan dengki, sehingga jika ada kesempatan dia akan menjelek-jelekan pemerintah.

Oposisi seperti itu sungguh tidak bermutu. Karena sejatinya oposisi adaah partner pemerintah dalam sistem demokrasi. Jika ada yang baik, harusnya diapresiasi bukan malah mencari cara untuk menjelek-jelekannya.

Namun sepertinya, Gerindra dan Fadli Zon tak paham soal ini.

Tanggapan Minim Solusi, Komentar Anies Baswedan soal Terjepitnya ABG saat Takbiran Keliling di Jakarta

Tanggapan Minim Solusi, Komentar Anies Baswedan soal Terjepitnya ABG saat Takbiran Keliling di Jakarta


Beberapa waktu lalu, viral sebuah video yang menunjukan gerombolan ABG terjepit karena naik di atas bus TransJabodetabek di kawasan terowongan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Kasus ini pun tak bisa diantisipasi dengan baik oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.

Bus yang sedang melintas di terowongan itu terpaksa berhenti lantaran gerombolan ABG di atas bus itu terjepit langit-langit underpass.

Video ini sempat diunggah oleh sejumlah akun media sosial, termasuk akun Instagram @jktinfo pada Rabu (5/6/2019). Peristiwa itu sendiri disebut-sebut terjadi di terowongan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (4/6) malam.

Terjepitnya bocah itu terjadi saat momen takbiran keliling menjelang Hari Raya Idulfitri lalu. Sebagaimana diketahui, event takbiran keliling itu diperobolehkan lagi oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Bahkan, Anies sendiri terlihat ikut dan merayakan takbiran dengan berkeliling kota.

Namun seperti tak belajar dari pengalaman sebelumnya, banyak mudharat dari kegiatan tersebut. Meski niatnya baik, tapi banyak ekses negatif ditimbulkan dari acara takbir keliling, seperti kecelakaan lalu lintas dan/atau terjepitnya bocah-bocah tersebut.

Ketika ditanya tanggapannya soal kasus di atas, dia pun hanya 'ngeles' dengan berdalih akan membuat peraturan yang melarang sopir memberikan kesempatan bocah-bocah untuk 'nebeng' di atas atap. Penjelasan itu pun hanya sekadar lips service karena tak diikuti dengan rencana dan time line yang jelas.

Hal ini mengindikasikan bahwa Gubernur DKI Anies Baswedan tak bisa mengatur ketertiban warga di Jakarta yang sedang melakukan takbiran. Sehingga terjadi insiden terjepitnya beberapa orang di atas bus yang sedang melewati under pass.

Meskipun tak sampai menimbulkan korban, tak seharusnya konvoi takbiran diisi dengan penumpang di atas bus.

Anies Baswedan sebagai gubernur DKI tak banyak memiliki perhatian hingga aturan yang tegas khususnya di momentum Idul Fitri tahun ini.

Tanggapannya yang akan segera mengusut sopir bus tersebut justru dianggap bukan jawaban mencerahkan dari seorang gubernur. Itu hanyalah retorika saja.

Dengan kondisi seperti itu, kepemimpinan Anies di Jakarta banyak yang meragukannya. Karena kondisi Jakarta yang tak kunjung membaik dan kebahagiaan segera dirasakan masyarakat.

Jelas, slogannya "Maju Kotanya, Bahagia Warganya" hanyalah pepesan kosong.

Mau Rujuk Kalau Menang MK, Rekonsiliasi Bersyarat Gerindra?

Mau Rujuk Kalau Menang MK, Rekonsiliasi Bersyarat Gerindra?


Desakan rekonsiliasi antara Joko Widodo dan Prabowo Subianto semakin kuat dari publik Indonesia. Namun sayangnya proses itu seperti bertepuk sebelah tangan, dimana Jokowi membuka tangan, tetapi tidak dengan Prabowo.

Hal ini terlihat dari pernyataan Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN), Fadli Zon. Ia mengatakan Prabowo saat ini masih berfokus terkait gugatan kecurangan di Mahkamah Konstitusi (MK), sehingga tidak mempertimbangkan ajakan rekonsiliasi terlebih dahulu.

Waketum Gerindra itu tak mau berspekulasi mengenai rencana pertemuan Jokowi dan Prabowo. Menurutnya, pertemuan itu tergantung dengan proses gugatan di MK.

Dengan cara seperti itu, Gerindra sama sekali tidak menunjukkan kedewasaan dalam berpolitik. Sebab, hanya Gerindra yang terkesan menolak wacana rekonsiliasi dan kemenangan Jokowi-Ma’ruf.

Bahkan, mereka justru memilih mengerahkan massa dan membuat kerusuhan hingga mengarah kepada upaya makar. Padahal, partai koalisinya seperti Demokrat dan PAN menerima hasil Pilpres 2019 demi menjaga persatuan bangsa.

Pernyataan Fadli Zon yang tidak mau berspekulasi terkait rekonsiliasi Prabowo-Jokowi itu sebenarnya ingin mengatakan bahwa hasil di MK menjadi prasyarat terjadinya rekonsiliasi karena jika menang di MK.

Bila mereka menang, maka Prabowo Cs akan dengan senang hati menerima rekonsiliasi. Namun jika MK menolak, maka dampak negatifnya harus dihadapi masyarakat seperti kerusuhan 22 Mei.

Sikap ini sama sekali tak dewasa dalam arena demokrasi. Terlepas hasil di MK, mereka seharusnya bersedia untuk rekonsiliasi antar elit politik.

Hal ini penting untuk meredakan ketegangan dan polarisasi di masyarakat. Dengan saling silaturahmi dan komunikasi antar elit, kerukunan masyarakat dapat lebih baik.

Kita sangat berharap Gerindra mau mempertimbangkan ajakan rekonsiliasi kubu Jokowi-Maruf Amin demi keutuhan bangsa Indonesia. Mari turunkan ego masing-masing, kita kuatkan rasa persatuan.

Secara De Facto, PAN Akui Koalisi Prabowo-Sandi Sudah Berakhir

Secara De Facto, PAN Akui Koalisi Prabowo-Sandi Sudah Berakhir


Koalisi 02 Prabowo-Sandi perlahan mulai ditinggalkan oleh partai-partai penyokongnya. Hal ini setelah Partai Amanat Nasional (PAN) memberikan sinyal terkait sikap politiknya.

Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Wakil Ketua Umum PAN, Bara Hasibuan. Ia menyatakan bahwa keberadaan partainya dalam koalisi Prabowo-Sandi telah selesai sejak diumumkan hasil rekapitulasi nasional oleh KPU.

Secara de facto, Pemilihan Presiden itu selesai pada 17 April lalu. Meskipun ada proses penghitungan suara, penetapan hasil oleh KPU dan gugat-menggugat di MK, tetapi bagi PAN, koalisi Prabowo-Sandi sudah selesai sejak pencoblosan dilakukan.

Saat ini, PAN masih menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Setelah itu baru partai berlambang matahari itu akan menetapkan langkah selanjutnya, apakah akan berada di jalur oposisi atau bergabung dengan koalisi Jokowi-Ma'ruf.

Di sisi lain, momen Hari Raya Idul Fitri 1440 H ini sebaiknya dimanfaatkan sebagai momentum saling memaafkan dan berekonsiliasi antar para pesaing di Pilpres 2019.

Menurutnya, kunci dari rekonsiliasi adalah pihak yang kalah dalam pemilu harus dapat menerima dan menghormati hasil Pemilu.

Tentu saja ada rasa kecewa, tidak terima, tapi itu semua harus dikesampingkan demi kepentingan bangsa, kepentingan nasional, dan kepentingan yang besar. Bangsa ini harus tetap satu setelah kompetisi yang begitu ketat.

Mari kita hargai keputusan KPU, MK, dan peraturan hukum terkait lainnya. Jangan sampai ambisi kekuasaan membutakan mata hati kita.

Thursday, 6 June 2019

Polri akan Ungkap Hasil Investigasi Kerusuhan 21-22 Mei dengan Transparan dan Terbuka

Polri akan Ungkap Hasil Investigasi Kerusuhan 21-22 Mei dengan Transparan dan Terbuka


Proses penyelidikan atas kasus kerusuhan 21-22 Mei masih terus dilakukan. Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian menjamin Polri akan transparan dalam melakukan investigasi.

Salah satunya dengan adanya rencana tim pencari fakta atau tim investigasi yang dibentuk Polri menggelar jumpa pers bersama Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Dengan jumpa pers tersebut akan dipaparkan beberapa temuan Polri terkait kerusuhan yang ditengarai bermotif politik tersebut.

Kemudian, untuk menjamin indepedensi dalam mengungkap fakta dalam kasus tersebut, tim investigasi Polri akan melibatkan Kompolnas dan Ombudsman RI. Tim itu juga akan dipimpin langsung oleh Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri Komjen Moechgiyarto.

Tim investigasi ini akan mengungkap perbedaan aksi damai dan unjuk rasa dengan aksi kriminal yang sengaja membuat kerusuhan. Dari hasil pemeriksaan Polri ini, ada peristiwa yang berbeda pada saat aksi di Jalan MH Thamrin dan Tanah Abang pada 22 Mei lalu.

Sejauh ini, tim investigasi sudah bisa membedakan antara aksi damai dalam bentuk ibadah, buka puasa sambil tarawih dan adanya aksi yang memang sengaja anarkis rusuh dengan menyerang petugas.

Kedua aksi tersebut pada dasarnya berbeda peristiwa. Yang ada korban meninggal itu adalah peristiwa pada segmen kedua, bukan segmen pertama.

Selain itu, tim investigasi juga tak hanya mencari tahu penyebab jatuhnya korban, namun juga siapa yang mengorganisasi massa dan membiayai aksi tersebut.

Melihat pemarapan Kapolri di atas, kita optimis kasus kerusuhan 21-22 Mei tersebut akan terbongkar. Publik pun juga akan tahu siapa dalang dan pendana aksi rusuh tersebut.

Penanganan aksi demontrasi pada 21-22 Mei tersebut, kita tahu juga sudah sesuai dengan Standart Operasional Prosedur (SOP). Sehingga dalam kasus ini kita patut untuk mengapresiasinya.

Kita dukung aparat keamanan untuk membuka kasus kerusuhan itu seluas-luasnya. Supaya pihak-pihak yang berada di balik layar bisa segera ditangkap dan mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Tuesday, 4 June 2019

Salut! Pemerintahan Presiden Jokowi Berhasil Wujudkan Mudik 2019 Lancar dan Aman

Salut! Pemerintahan Presiden Jokowi Berhasil Wujudkan Mudik 2019 Lancar dan Aman


Pulang ke kampung halaman atau mudik saat Hari Raya Idulfitri menjadi tradisi turun temurun bagi masyarakat Indonesia. Hampir setiap tahun, momen mudik ini selalu diisi dengan kemacetan dan kecelakaan.

Namun segela cerita di atas agak berbeda dengan tahun ini. Mudik terpantau sangat lancar, baik dari sisi laju lalu lintas, turunnya kemacetan, hingga angka kecelakaan yang rendah.

Menurut catatan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terdapat penurunan traffic (laju lalu lintas) di 8 titik pemantauan. Kemacetan itu menurun hingga 70 persen.

Hal ini terjadi karena ketersediaan jalan Tol Trans Jawa yang terintegrasi sehingga membuat lalu lintas (traffic) jalan non-tol lengang.

Selain kemacetan turun, mudik tahun 2019 ini juga ditandai dengan menurunnya angka kecelakaan. Bila melihat data kecelakaan dibandingkan data tahun 2018 di hari yang sama, menurun tajam.

Selama 2019 ini yang tercatat kecelakaan sejumlah 220 kasus dengan korban meninggal dunia 90 orang. Ini terjadi penurunan tajam sampai 88 persen,

Karena prestasi kerja ini, PDI Perjuangan mengapresiasi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang sukses mewujudkan mudik Lebaran tanpa hambatan.

Demikian disampaikan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto di Jakarta, Senin (3/6/2019).

Dengan kepemimpinan yang tepat, merakyat dan kemampuan perencanaan yang matang, mudik Lebaran 2019 menunjukkan kemajuan pesat tanpa hambatan yang berarti.

Keberhasilan tersebut tidak lepas dari perencanaan matang yang dimiliki pemerintah jelang arus mudik, dengan membangun gotong royong antara pemerintah, parpol, swasta dan BUMN dalam mengadakan mudik bersama.

Karena mudik ini lancar, kegembiraan rakyat pun niscaya. Masyarakat bergembira karena kinerja pemerintah yang dirasakan nyata untuk persoalan yang konkret.

Terlebih, selain soal arus mudik yang lancar, harga kebutuhan pokok rakyat juga relatif stabil dan terkendali. Inflasi terjaga sehingga tak ada kenaikan harga yang tinggi.

Diakui atau tidak, baru kali ini mudik berjalan lancar dan terjadi di seluruh moda transportasi. Dengan begitu, pemerintahan Jokowi-JK ini telah terbukti mampu menjawab kebutuhan masyarakat di musim mudik.

212 Messenger, Aplikasi Bodong untuk Dompleng Keuntungan Pribadi

212 Messenger, Aplikasi Bodong untuk Dompleng Keuntungan Pribadi


Ada-ada saja kelakuan 'Bani Monaslimin' ini. Baru-baru ini, mereka mengklaim telah menemukan aplikasi perpesanan (messenger) pengganti Whatsapp, tetapi ternyata bodong.

Awalnya, beredar pesan secara berantai (broadcast) bahkan lengkap dengan seruan untuk memviralkannya, bahwa sebuah aplikasi chat yang diklaim sebagai aplikasi pengganti WhatsApp telah ditemukan.

Isi pesan berantai itu menyebutkan bahwa, seorang IT relawan muslim telah membuat sebuah aplikasi pengganti Whatsapp. Aplikasi ini bernama 212 Messenger dan sudah bisa di download play store.

Setelah diperiksa, apa yang disampaikan oleh pesan berantai itu dipastikan tidak benar. Fakta sebenarnya telah dikupas oleh reporter banjarmasinpost.co.id bersama pengamat siber dan pakar IT Kalsel, Andi Riza.

Menurut mereka, aplikasi 212Messenger itu baru diupload 27 Mei 2019. Sepertinya mereka memakai source code clone WA yang banyak dijual dipasaran.

Pengembangnya tidak jelas, dengan nama Loekerensdev (ga ada nama islaminya sama sekali, atau nama dev yang lebih terkesan professional).

Yang pasti, aplikasi chat tersebut hanya menumpang tenar dengan manamakan diri dengan angka 212 untuk memperluas pemasukan dari ads (iklan). Tetapi itu bukanlah aplikasi perpsanan pengganti WA.

Kemungkinan besar, aplikasi itu dibuat untuk mengeruk keuntungan dengan memanfaatkan momentum 212. Untungnya segera terbongkar, sehingga tidak banyak korbannya lagi.

Kita berharap publik tidak tertipu dengan pesan palsu seperti di atas. Jangan mau diadu domba oleh bani monaslimin dengan informasi sesat, seperti fitnah dan hoaks.

Mari kita majukan akses informasi seluas-luasnya, tetapi tidak dengan membajak dan merusak tatanan Indonesia.

Muhammadiyah Himbau Partai Politik Bertanggung Jawab atas Keretakan Bangsa Indonesia Hari Ini

Muhammadiyah Himbau Partai Politik Bertanggung Jawab atas Keretakan Bangsa Indonesia Hari Ini


Pemilu 2019 memang telah usai digelar. Namun, suhu politik justru makin memanas beberapa waktu terakhir.

Hal ini menyita perhatian Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. Menurut mereka, partai politik memiliki peranan yang besar untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Bahkan, tanggung jawab pembangunan bangsa terletak pada elit-elit politik yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Pandangan seperti sebagaimana disampaikan oleh Ketua Umum (Ketum) PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Kamis (30/5/2019).

Menurutnya, selain membangun bangsa, partai politik juga harus bertanggungjawab ketika bangsa mengalami keretakan. Sehingga, tidak hanya menyebarkan kontestasi saja.

Ia menghimbau semua pihak untuk mencegah mobilisasi massa yang memiliki peluang menimbulkan kerusuhan.

Menurutnya, kini banyak masyarakat yang mulai cemas akan kerenggangan yang terjadi sekarang ini. Salah satunya adalah soal Aceh. Ia pun sampai dititipi pesan untuk tidak diprovokasi oleh berbagai hal.

Terkait maraknya masalah soal ekonomi, liberalisasi, dan sosial budaya yang diproduksi, hal ini adalah tanggung jawab dari mereka yang duduk di Senayan alias anggota DPR. Kunci untuk meredakan suhu politik yang kian memanas ini adalah pada kaum elite bangsa.

Mari kita desak para elit politik untuk turut bertanggung jawab dengan kondisi sosial-politik bangsa Indonesia hari ini. Mereka harus bertanggung jawab atas kemaslahatan publik, dan keutuhan bangsa Indonesia.

Bila sampai ada perpecahan, pertama kali yang harus disalahkan adalah mereka. Sebab segregasi dan polarisasi masyarakat terjadi hari ini karena manuver dan provokasi mereka.

Setuju?

Tak Suka, SBY Protes Keras soal Pernyataan Prabowo yang Mempolitisasi Pilihan Politik Ani Yudhoyono

Tak Suka, SBY Protes Keras soal Pernyataan Prabowo yang Mempolitisasi Pilihan Politik Ani Yudhoyono


Tak disangka, suasana duka di rumah mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Cikeas, Bogor, Jawa Barat, diwarnai kejadian yang kurang mengenakkan.

Hal ini berawal dari kehadiran Prabowo Subianto yang melayat almarhum Ani Yudhoyono pada Senin (3/6) lalu. Dalam momen itu, entah disengaja atau tidak, pernyataan Ketum Partai Gerindra itu sungguh melukai perasaan SBY se-keluarga.

Pasalnya, saat itu Prabowo mengungkap pilihan politik Ibu Ani Yudhoyono di hadapan media. Menurutnya, Ibu Ani selalu memilihnya dalam Pilpres 2014 dan Pilpres 2019. Oleh karena itu, dia bisa memahami perasaan kehilangan SBY saat ini.

Kontan saja, SBY tidak suka dengan pernyataan Prabowo tersebut. Protes disampaikannya secara lisan dan dalam wujud gesture tubuh yang cukup jelas.

Intinya, SBY merasa keberatan dengan pernyataan Prabowo yang dianggapnya tidak pantas dan tidak elok untuk disampaikan saat ini.

Untuk itu, SBY meminta kepada awak media agar pernyataan Prabowo soal pilihan politik Ibu Ani Yudhoyono itu tidak ditampilkan. Ia meminta kepergian istrinya ini jangan dikait-kaitkan dengan politik.

Ia juga menyindir Prabowo bahwa pernyataannya itu tidak tepat dan kurang elok. Ia meminta kepada semua pihak untuk mengerti kesedihan yang melanda keluarganya saat ini.

Terang saja SBY marah seperti itu. Pasalnya, pernyataan Prabowo tersebut memang ngawur. Hal itu tidak tepat secara konten dan konteks.

Di tengah suasana duka seperti itu, Prabowo seharusnya bisa melayat dengan tulus ikhlas sebagai wujud rasa kemanusiaan. Bukan malah mempolitisasi pilihan politik almarhumah demi ambisi kuasa.

Sungguh, tidak elok dan kurang pantas dilakukan oleh seorang calon presiden. Untung saja, dia kalah.

Monday, 3 June 2019

Kesal, SBY Ungkapkan Keberatan atas Pernyataan Prabowo soal Pilihan Politik Ani Yudhoyono

Kesal, SBY Ungkapkan Keberatan atas Pernyataan Prabowo soal Pilihan Politik Ani Yudhoyono


Sungguh tak terbayangkan rasa kesal Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat ini. Saat rasa dukanya belum juga hilang karena ditinggalkan oleh Istri tercinta, kini kepergian Ibu Ani Yudhoyono itu justru dipolitisasi oleh Prabowo Subianto.

Hal itu terjadi saat Prabowo Subianto takziah ke kediaman SBY pada Senin (3/6). Dalam momen itu, mantan Danjen Kopassus itu menyinggung pilihan politik Ani Yudhoyono pada Pilpres 2019 lalu.

Setelah menyampaikan karakter Ani, Prabowo menyebut kalau kakak Pramono Edhie itu memilihnya dalam Pilpres 2014 dan 2019.

"Saya juga diberitahu bahwa Ibu Ani mendukung saya memilih 2014 dan 2019 memilih saya jadi dan merasa saya bisa dapat merasakan gimana Pak SBY sekarang kondisinya," kata Prabowo.

Tentu saja, Presiden keenam RI itu merasa keberatan dengan pernyataan Prabowo Subianto tersebut. Rasa tidak suka pun langsung ditunjukannya melalui gesture tubuh dan pernyataan ke awak media.

Saat mendengar pernyataan Prabowo itu wajah SBY berubah masam. Ia terlihat langsung melipat lengan tangannya. Tidak sampai 5 menit, begitu selesai memberikan pernyataan pers, Prabowo langsung dipersilahkan pulang oleh SBY.

Tidak lama kemudian, SBY langsung memberikan keterangan kepada awak media. Di depan media, Presiden RI ke-6 itu meminta agar ujaran Prabowo tentang pilihan politik Ani untuk tidak disampaikan ke publik.

"Teman-teman ya itu statemen Pak Prabowo yang kaitannya dengan politik ya tentang Ibu Ani, please tidak disampaikan. Ini hari yang penuh (mengeluh nafas) ujian bagi saya, Ibu Ani jangan dikait-kaitkan dengan politik," kata SBY usai menerima Prabowo di kediamannya.

Menurutnya, pernyataan Prabowo Subianto itu tidak tepat dan tidak elok disampaikan saat ini. Pasalnya, kondisi keluarga SBY saat ini sedang berduka, dan dia tak ingin kepergian istrinya ini dikaitkan dengan politik.

Dengan kelakuan seperti itu, pikiran dan niat Prabowo untuk bertakziah dapat dipastikan tak sepenuhnya datang untuk berbela sungkawa. Prabowo seperti menghitung dulu untung dan ruginya bertakziah ke Rumah SBY.

Pasalnya, dukungan SBY dan Partai Demokrat sedang dalam keadaan gamang terhadap Prabowo. Prabowo sendiri juga melihat keuntungan dari bertakziah ini, yaitu mendapatkan kesempatan untuk menegaskan bahwa almarhumah mendukungnya di Pilpres 2014 dan 2019.

Dengan harapan, bahwa hal ini juga bisa menjadi sebuah sinyal yang harus ditangkap oleh SBY. Tujuannya tentu saja agar dukungan Demokrat tetap merapat ke koalisi 02.

Tapi terlepas dari soal politik seperti itu sebagai seorang pribadi, Prabowo gagal untuk memahami perasaan sedih masyarakat. Ia juga telah kehilangan nalurinya dengan mempolitisir takziah untuk kepentingan politiknya dan membuat geram keluarga yang berduka.

Sikap Prabowo ini sudah jauh menyimpang dari etika dan budaya bangsa Indonesia yang sangat menjunjung tinggi budaya tenggang rasa. Untung saja, sosok tanpa empati itu tidak terpilih dalam Pilpres kemarin, kalau sampai terpilih tentu saja akan merepotkan banyak orang.

Ungkit Pilihan Politik Alm. Ani Yudhoyono, Belasungkawa Prabowo Subianto Tak Ikhlas dan Politis

Ungkit Pilihan Politik Alm. Ani Yudhoyono, Belasungkawa Prabowo Subianto Tak Ikhlas dan Politis


Kelakuan tidak etis dan kurang elok dipertontonkan Prabowo Subianto kala bertakziah di kediaman Alm. Ani Yudhoyono. Pasalnya, di tengah situasi duka dan berkabung, Ketum Partai Gerindra itu malah mengungkit soal pilihan politik almarhumah.

Kejadian ini terekam secara langsung oleh media nasional, dan langsung menjadi pembicaraan publik se-Indonesia. Tentu saja, mayoritas sangat menyesalkan 'blunder' Prabowo tersebut.

Awalnya, kehadiran Prabowo ke kediaman SBY itu menjadi momen yang dinanti publik. Sebab sejak Ani Yudhoyono wafat dan dimakamkan, Prabowo menjadi salah satu tokoh politik nasional yang belum bertakziah. Hal ini karena dia sedang berada di luar negeri dan pesawatnya baru mendarat di Jakarta pada Senin (3/6/2019).

Tidak sampai 30 menit, Prabowo pun menyampaikan isi pembicaraannya dengan SBY. Ia mengucap bela sungkawa sekaligus meminta maaf tidak bisa hadir dalam acara pemakaman Ani Yudhoyono.

Selain itu, ia juga menceritakan tentang niatan untuk menjenguk Ani, tetapi batal setelah mendengar kondisi anak Sarwo Edhie itu membaik.

Namun bukan itu ucapan Prabowo yang menjadi sorotan. Di depan awak media dan tentu saja di sebelah SBY, mantan Danjen Kopassus itu menyinggung pilihan politik Ani Yudhoyono pada Pilpres 2019 lalu.

Setelah menyampaikan karakter Ani, Prabowo menyebut kalau istri SBY itu memilihnya dalam Pilpres 2014 dan 2019.

"Saya juga diberitahu bahwa Ibu Ani mendukung saya memilih 2014 dan 2019 memilih saya jadi dan merasa saya bisa dapat merasakan gimana Pak SBY sekarang kondisinya," kata Prabowo.

Kontan saja, SBY tidak suka dengan pernyataan tersebut. Presiden RI ke-6 itu pun langsung mengungkapkannya melalui gesture tubuh dan pernyataan yang "keras".

Misalnya, mendengar pernyataan Prabowo itu wajah SBY langsung berubah masam. Ia terlihat langsung melipat lengan tangannya.

Tidak sampai 5 menit, begitu selesai memberikan pernyataan pers, Prabowo langsung dipersilahkan pulang oleh SBY. Tidak lama setelah itu, SBY pun langsung memberikan keterangan kepada awak media.

Di depan media, Presiden RI ke-6 itu meminta agar ujaran Prabowo tentang pilihan politik Ani untuk tidak disampaikan ke publik.

"Teman-teman ya itu statemen Pak Prabowo yang kaitannya dengan politik ya tentang Ibu Ani, please tidak disampaikan. Ini hari yang penuh (mengeluh nafas) ujian bagi saya, Ibu Ani jangan dikait-kaitkan dengan politik," kata SBY usai menerima Prabowo di kediamannya.

"Jadi please saya mohon statemen Pak Prabowo yang Ibu Ani milih apa, milih apa itu tentu tidak tepat, tidak elok untuk disampaikan. Saya mohon itu saja, tolong mengerti perasaan kami yang berduka, Ibu Ani yang baru saja berpulang jadi kami tidak ingin dikaitkan dengan politik apapun," lanjut SBY.

Dari ungkapan tersebut terlihat jelas bahwa SBY tidak suka dengan pernyataan politis Prabowo tersebut. Karena hal itu sungguh tidak etis dan tidak elok disampaikan dalam suasana duka. Diakui atau tidak, pernyataan Prabowo itu juga telah melukai hati SBY dan keluarganya.

Kejadian tersebut juga menunjukkan bahwa Prabowo itu merupakan sosok yang tidak berperikemanusiaan dan tak mampu meletakkan rasa empati dan kemanusiaan di atas kepentingan politiknya.

Betapa tidak, di tengah situasi duka seperti ini dia justru memanfaatkannya menjadi komoditas politik. Sebuah manuver politik yang "kasar" dan vulgar. Plus membuka kedoknya sendiri yang tak pernah tulus dan berlatar politis terhadap keluarga SBY.

Kita patut bersyukur, untung saja bukan dia yang terpilih pada Pilpres lalu. Karena untuk urusan elementer seperti itu saja dia gagal, bagaimana mampu mengelola negara yang kompleks.

Momen Lebaran, Presiden Jokowi Ajak Seluruh Masyarakat untuk Mempererat Persatuan dan Persaudaraan Bangsa

Momen Lebaran, Presiden Jokowi Ajak Seluruh Masyarakat untuk Mempererat Persatuan dan Persaudaraan Bangsa


Tak terasa, Bulan Ramadhan tahun ini akan segera berlalu. Hari Raya Idul Fitri pun sudah di hadapan mata. Dan, semua makhluk berbahagia dengan rahmat dari Tuhan-Nya.

Dalam momen yang berbahagia ini, Presiden Joko Widodo turut menyampaikan ucapan selamat Hari Raya Idul Fitri bagi seluruh rakyat Indonesia yang merayakan. 

Dengan berlatar suasana mudik menjelang hari raya, Presiden juga menyampaikan harapannya agar Idul Fitri 1440 H dapat menjadi ajang untuk mempererat kembali semangat persatuan dan persaudaraan bangsa, baik di dalam keluarga maupun antar masyarakat.

"Selamat Idul Fitri 1 Syawal 1440 H, mohon maaf lahir dan batin. Mari kita jadikan Idul Fitri ini sebagai ajang untuk mempererat kembali persatuan dan persaudaraan kita sebagai sebuah bangsa," ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (3/6).

Presiden Jokowi menyebutkan, momentum perayaan Idul Fitri kali ini juga diharapkan menjadi sebuah awal untuk berdiri bersama sebagai sebuah bangsa dan membangun bangsa ini ke depannya agar menjadi lebih baik. 

Selain itu, mantan Walikota Solo ini juga menyampaikan pesan bagi para pemudik yang hendak merayakan Idul Fitri di kampung halaman masing-masing. Dalam pesannya, Jokowi mendoakan keselamatan dan kenyamanan bagi para pemudik selama di perjalanan.

Kita, tentu saja, seiya sekata dengan doa dan harapan Presiden Jokowi tersebut. Kita juga berharap momen lebaran tahun ini bisa menjadi ajang untuk merekatkan kembali persatuan dan persaudaraan bangsa setelah momen Pemilu beberapa waktu lalu. 

Dengan saling memaafkan, kita lupakan perbedaan dan perpecahan menuju cita-cita persatuan. Meski berbhineka, tetapi kita bersatu sebagai bangsa dan kemanusiaan.